Mewujudkan Harmoni Dalam Masyarakat Multikultur

Sunday 13 Jul 2014, 4 : 40 pm
by
Romo Aloys Budi Purnomo Pr - Ketua Kom HAK KAS

MUNTILAN-Sedikitnya 90 orang muda Katolik  Keuskupan Agung Semarang (OMK KAS) dari empat Kevikepan (Yogyakarta, Kedu, Surakarta dan Semarang) berkumpul di Wisma Salam, Muntilan dalam rangka Week-end kaderisasi minat dan komitmen merajut hubungan antaragama dan kepercayaan.

Week-end ini diselenggarakan oleh Komisi Hubungan Antaragama dan Kepercayaan (Kom HAK) KAS. Week-end yang bertema “Mengurai Spiritualitas Dialog Ekumene dan Interreligius” ini menggunakan buku terbaru yang disusun oleh Romo Aloys Budi Purnomo Pr – Ketua Kom HAK KAS – yang baru saja diterbitkan oleh Dewan Karya Pastoral KAS dalam kerja sama dengan penerbit Kanisius, Yogyakarta.

Buku baru berjudul “Merajut Persaudaraan Sejati Lintas Iman” itu diterbitkan dalam rangka fokus pastoral KAS beriman cerdas, tangguh dan mendalam dalam corak ekumenis dan interreligius.

Menurut Romo Budi, dua sasaran pokok yang mau dicapai dengan fokus pastoral itu.

Pertama, terbukanya pandangan umat mengenai pluralitas iman.

Kedua, terwujudnya persaudaraan sejati lintas iman.

“Kita hidup tidak sendirian tetapi bersama dengan yang lain. Maka hidup harus ditandai keterbukaan dan sikap iklusif, bukan ketertutupan dan eksklusif, apalagi berprasangka buruk terhadap yang lain,” ujarnya.

Untuk itu, siapa pun, termasuk OMK harus mengembangkan spiritualitas dialog.

Dua aras spritualitas dialog, yakni dialog ekumenis antarumat Kristiani dan dialog interreligius antarumat beriman.

Acara week-end kaderisasi ini juga diisi dengan doa bersama dan menyalakan lilin perdamaian untuk solidaritas Palestina dan para korban konflik yang terjadi Jalur Gaza.

Di tengah-tengah hujan rintik-rintik dan malam yang hampir larut, mereka menyanyikan kidung pujian Amazing Grace diiringi alunan saxofon Romo Aloys Budi Purnomo Pr, orang muda Katolik KAS mendaraskan doa demi perdamaian bagi Timur Tengah pada umumnya dan bagi Palestina-Israel pada khususnya.

Doa-doa bagi para korban konflik terutama anak-anak dan kaum perempuan didaraskan sambil melantunkan senandung pujian “Yesus… Yesus… Yesus…” yang lahir di Betlehem yang sekarang ini masuk wilayah otoritas Palestina.

Di sanalah, dua ribu tahun silam Yesus lahir dan diwartakan sebagai pembawa damai bagi semua orang yang berkenan kepada Allah.

Di awal doa, Romo Aloys Budi,  Ketua Kom HAK KAS memberi pengantar, “Allah tidak menghendaki peperangan dan konflik. Perang dan konflik tidak selaras dengan kehendak Allah dan tidak berbuah damai-sejahtera. Mari kita berdoa bagi saudari-saudara kita di Tanah Suci agar konflik segera berakhir dan damai-sejahtera diwujudkan tanpa diskriminasi!”

Memuliakan Manusia

Pada Minggu (13/07) para peserta diajak untuk merefleksi ajaran Konsili Vatikan II terkait dengan dialog interreligius.

Prinsip persaudaraan sejati adalah memuliakan manusia sebagai ciptaan Allah. Maka, tidak ada ruang bagi diskriminasi.

“Kita tidak menyerukan nama Allah sebagai Bapa kita, bila terhadap sesama kita tidak mempunyai rasa hormat dan kasih,” terang Romo Budi.

Gereja kata Romo Budi tidak menolak apa pun yang baik, benar dan suci yang terdapat dalam agama-agama lain.

“Gereja juga mendorong kita untuk bekerjasama dan melakukan dialog dengan semua orang” tegasnya mengutip Nostra Aetate, salah satu dokumen Konsili Vatikan II.

Sikap yang sama juga disampaikan oleh KH Abdul Muhahaimin, pengasuh Ponpes “Nurul Ummahat” Kotagede.

“Merajut dialog harus dilakukan semua orang dalam tingkat apa pun. Butuh pertobatan diri untuk mau membuka diri kepada pihak lain. Proses ini membawa kesadaran baru bahwa pihak lain bukan musuh tetapi rekan seperjalanan. Dalam konteks NKRI dialog diperlukan untuk menjaga harmoni dengan segala risiko yang harus ditanggung.”

Prinsipnya adalah menghargai kemanusiaan. “Jangankan manusia, semua makhluk lain pun tetap harus kita hargai. Lebih lagi, manusia sebagai Allah harus dimuliakan,” jelasnya.

Kerinduan dialog di akar rumput tinggi. Sayangnya ada trauma-trauma politik yang mengganjal. Untuk itu perlu inisiatif dan prakarsa. Yang penting mau merajut persaudaraan umat beragama.

“Wong tengik” itu ada di mana pun. Arogansi mayorita bisa menimpa siapa saja dan di mana saja.

Bagaimana kita bisa menjadi umat sungguh sadar civilized? Masalah hukum yang tidak pernah tuntas membuat seakan-akan kerukunan antar umat beragama rusak. Masyarakat harus difasilitasi untuk dialog terus-menerus

 

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

Agustus 2023, Cadangan Devisa Indonesia US$137,1 Miliar

JAKARTA-Posisi cadangan devisa Indonesia pada akhir Agustus 2023 turun tipis

Harga Minyak Mentah Indonesia Turun US$22,38/Barel

JAKARTA–Meluasnya wabah Virus Corona baru atau COVID-19 sebagai pandemi global