Pasar Tradisional Menggugat

Wednesday 5 Feb 2014, 4 : 57 pm
by

Oleh: Tino Rahardian

Sekretaris Jendral DPP IKATAN PEDAGANG PASAR INDONESIA (IKAPPI)

Berdasarkan data dari kementerian perindusrian pada tahun 2007 dan kementrian perdagangan pada tahun 2011 jumlah pasar tradisional di Indonesia mengalami penurunan cukup drastis dari tahun 2007-2011. Pada tahun 2007,  jumlah pasar tradisional di Indonesia mencapai 13.450. Tapi pada tahun 2011, jumlahnya tinggal 9.950. IKAPPI menilai terkait rencana pengesahan RUU Perdagangan pada 7 Februari 2014 mendatang perlu ada pasal yang mengatur perlindungan pasar agar penurunan tersebut tidak terus terjadi.

Pasar tradisional berkurang lebih dari tiga ribu selama periode 2007-2011. Pada waktu yang bersamaan, Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) juga merilis kenaikan jumlah retail modern yang cukup signifikan tahun 2007-2011. Kenaikannya hampir delapan ribu retail modern. Jadi, pasar tradisional mengalami penurunan lebih dari tiga ribu, sedangkan pasar modern mengalami kenaikan sekitar delapan ribu.

IKAPPI juga menilai Permendag Nomor 70/2013 yang diterbitkan pemerintah melalui kementrian perdagangan beberapa waktu lalu sama sekali tidak berpihak kepada pedagang pasar tradisional di Indonesia. Pasalnya, Permendag tersebut seakan-akan hanya memayungi pasar modern,tapi sama sekali tidak memberikan perlindungan terhadap pasar tradisional.

Dalam permendag tersebut tertulis beberapa poin yang ditonjolkan seakan-akan di situ ditulis soal zonasi. Tapi disisi lain kewenangannya diserahkan ke pemda, walikota/bupati dan tidak jelas berapa jarak zonasinya, dalam permendag itu juga ada kemitraan, tetapi implementasinya UMKM sekitar pasar modern harus tertekan dengan syarat dan harga yang tidak mungkin di penuhi.

kenyataan yang terjadi pada saat ini, berdasarkan survei yang dilakukan IKAPPI di beberapa titik di Jawa Barat, Banten dan Jawa Tengah, jika pasar modern berhadap-hadapan dengan pasar tradisional, maka pedagang kelontong mengalami kerugian sekitar 30-50 persen. “Ini harus ada regulasi yang Berpihak Kami tidak melihat di Permendag Nomor 70/2013 itu mengatur mengenai pasar tradisional dan pasar modern, jadi harapan kami cuma di RUU Perdagangan ini. 

RUU Perdagangan kami harapkan mampu menjadi regulasi dan menjawab keberpihakan para pengambil kebijakan kepada pedagang pasar tradisional, ternyata secara substansi, materi RUU tersebut masih jauh dari harapan pedagang pasar tradisional.

“Dalam draf RUU Perdagangan hanya disebut dua kali di bab Perdagangan Dalam Negeri, yakni di pasal 10 dan pasal 11 tentang sarana perdagangan. Itu pun sangat sumir dan tidak ada perlindungannya. Oleh karena itu, kami minta DPR menunda mengesahkan RUU ini, mengingat ini adalah UU strategis, yang menyangkut 12,5 juta pedagang pasar tradisional di seluruh Indonesia. Jika UU strategis disahkan ditahun politik seperti sekarang ini, mendekati pemilu, pasti tidak akan focus, dan kami khawatir sangat mudah kepentingan masuk menungganginya.

Pada periode 2011-2013, kami mencatat terjadi konflik yang dialami 144 pasar tradisional, akibat program revitalisasi, relokasi yang sewenang-wenang dan beberapa persoalan di daerah. Disamping itu, bersamaan dengan proses revitalisasi tersebut ada sejumlah 161 pasar tradisional yang kebakaran. “Banyak indikasi yang mengatakan, bahwa pasar itu dibakar.” Semua hal itu terjadi karena tidak ada payung hukum yang jelas.

Pada tanggal 5 Januari 2013 kami sudah sampaikan usulan DIM (daftar infentarisasi masalah) kepada DPR dalam RDPU di gedung DPR, kami sudah sampaikan semua harapan pedagang untuk di akomodir terapi sayang mereka tidak mengindahkannya. Maka dari itu kami nyatakan pedagang pasar tradisional Menggugat dan akan melawan jika masih di lanjutkan pembahasannya tanpa penetapannya.

 

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

BI Tegaskan Masih Mampu Rem Gejolak Rupiah

JAKARTA-Bank Indonesia mengklaim masih bisa mengendalikan pelemahan nilai tukar rupiah,

Ekonomi Indonesia Tergantung AS

BALI-Gerak dan pertumbuhan ekonomi Indonesia rupanya tak bisa lepas dari