SURABAYA-Dua Guru Besar Hukum dari Universitas Airlangga (Unair) Surabaya dihadirkan ke persidangan kasus keterangan palsu yang menjerat Bos PT Gala Bumi Perkasa (GBP) Henry J Gunawan dan istrinya, Iuneke Anggraini di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Keduanya adalah ahli hukum perdata, Prof Sogar Simamora,SH, MH dan ahli hukum pidana, Prof Dr Nur Basuki Winarno, SH,MH.
“Sebelum memberikan pendapat, saudara ahli kami sumpah dulu ya,” ujar Ketua Majelis Hakim Dwi Purwadi saat membuka persidangan diruang Garuda I, Kamis (21/11).
Usai disumpah, Ahli hukum perdata, Sogar didengarkan pendapatnya terlebih dahulu. Saat memberikan pendapatnya, Sogar menjelaskan beberapa poin atas perkara ini, yang dijawab melalui pertanyaan ilustrasi kasus, baik dari JPU Ali Prakoso maupun dari tim penasehat hukum kedua terdakwa.
Dalam pertanyaan ilustrasi tersebut dibahas tiga pokok permasalahan yakni: Pertama terkait perjanjian, Kedua tentang sahnya perkawinan dan Ketiga terkait keabsahan akta otentik apabila terdapat ketidaksesuaian isi.
Menurut Sogar, Perjanjian merupakan sebuah perikatan antara pihak satu dengan yang lain, dengan ada kata sepakat, tercatat dan ada sebab yang halal sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata.
“Hukum perjanjian menganut asas perjanjian berkontrak, kebebasan baik menganut isinya dan kedudukan hukumya,”terang Sogar.
Sedangkan terkait sahnya perkawinan, terang Prof Sogar, telah diatur dalam Pasal 2 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.
“Perkawinan adalah sah apabila dilangsungkan menurut agama dan kepercayaan masing masing dan dicatat di kantor negara baik KUA maupun catatan sipil. Sehingga menjadi jelas bahwa jika menyangkut perkawinan maka wajib dicatat,”terangnya.
Sedangkan terkait keabsahan akta otentik apabila terdapat ketidaksesuaian isi, masih kata Prof Sogar, Akta otentik tersebut akan tetap berlaku, hanya saja kekuatan pembuktiannya menjadi akta dibawah tangan.
“Jika akta otentik itu adalah akta sempurna tidak perlu alat bukti lain sedangkan akta di bawah tangan perlu alat pembuktian yang lain dan semua adalah otoritas hakim untuk melakukan pembuktian. Status akta yang dibuat tersebut tetap mengikat kepada pribadi yang membuat,”jelasnya.
Komentari tentang post ini