Contoh Kasusistik
Sementara, Nur Basuki memberikan pendapatnya terkait keahliannya sebagai ahli hukum pidana. Dalam persidangan, Guru Besar Hukum Pidana ini membeberkan terkait unsur unsur delik pasal yang didakwakan JPU pada kedua terdakwa, yang disampaikan melalui contoh kasusistik.
“Makna pasal 266 ayat 1 KUHP intinya, menyuruh memasukan keterangan palsu didalam akta otentik yang dinyatakan sebenarnya dengan maksud memakai atau orang lain memakai dapat menimbulkan sesuatu, subjek hukumnya orang atau badan hukum. Menyuruh memasukan keterangan palsu ke akta otentik, berarti ada dua pihak, yang disuruh dan menyuruh,”terangnya.
Sedangkan terkait penjelasan unsur Pasal 55 ayat (1) Ke-1, masih kata Nur Basuki, merupakan penyertaan. Artinya, seseorang dianggap sebagai pelaku bisa pelaku sendiri , turut serta melakukan dan turut serta melakukan dan menyuruh melakukan.
“Teorinya yang dapat dimintai pidana adalah orang yang menyuruh bukan disuruh, tapi apabila yang disuruh mengetahui karena kewenanganya juga dapat diminta tanggung jawab,”jelasnya.
Sementara terkait pertanggungjawaban notaris bila akta yang dibuat tidak sesuai dengan sebenarnya, masih kata Nur, harus dibuktikan kesengajaan dengan maksud.
“Notaris tugasnya mengkonstatir. Kalau notaris bisa dimintain tanggung jawab harus dibuktikan kesengajaan dengan maksud. Didalam akta otentik ada awal akadnya, ada isi,batang akta dan penutup, notaris bertanggung jawab pada awal akta dan penutup, isinya ada lah penghadap,”paparnya.
“Jika ada ketidak benaran isi akta yang dapat menyebabkan kerugian yang ditimbulkan oleh akta tersebut maka pada pasal 266 ayat 1 KUHP perbuatan nya lah yang dinilai dan merupakan delik formil yang dapat dikenakan sanksi pidana,”sambungnya.
Sedangkan terkait pertanyaan tim penasehat hukum kedua terdakwa yang menyebut bahwa akta yang digunakan sebagai alat bukti dalam perkara ini merupakan akta palsu, karena kliennya merasa tidak pernah menghadap ke notaris dan tidak pernah dibacakan, kata Prof Nur Basuki, haruslah dibuktikan melalui pengadilan.
“Yang saya pahami kalau prosedurnya sudah benar dan dibacakan dan telah ditandatangani, tidak ada namanya akta palsu. Untuk palsu atau tidak bisa haruslah diujikan melalui pengadilan,”tandasnya.
Komentari tentang post ini