Sementara menurut Harri Pramono, Ketua Panitia Pagelaran, judul ketoprak tersebut sangat monumental bagi masyarakat Jawa terutama Jawa Tengah dan Jogyakarta. “Arya Penangsang Gugur” dianggap sebagai babad akhir dari Kerajaan Demak dan dimulainya sejarah baru yakni Babad Mataram yang dimulai dengan pendirian kerajaan di atas hutan Mentaok, Kota Gede, Jogyakarta. “Babad Mataram yang hingga ini saat jejaknya masih bisa dilihat dalam politik Indonesia merupakan era baru, era penuh harapan dalam tatanan politik dan budaya Jawa. Sehingga pagelaran ini jika dikaitkan dengan pilpres mendatang menjadi momentum harapan masyarakat Jawa munculnya tantanan politik dan budaya Indonesia baru. Secara spiritual, tewasnya Arya Penangsang yakni Adipati Kerajaan Jipang yang karena kerisnya sendiri melambangkan hancurnya angkara murka, ketamakan, kekuasan tak kenal kompromi, arogansi dan sekaligus gelap mata atas kekuasaan,” ujar Harri yang juga mantan Ketua DPRD Klaten.
Hadirnya ribuan penonton dari kalangan masyarakat bawah, dijelaskannya lebih lanjut, juga membuktikan bahwa politik dan pendidikan politik harus didekati secara budaya dan tidak hanya sekedar permainan catur di dunia maya.
Komentari tentang post ini