Dalam konteks ini, Gereja mengecam setiap bentuk diskriminasi ataupun penganiayaan berdasarkan keturunan, warna kulit, kondisi hidup dan agama karena hal itu bertentangan dengan semangat Kristus. Mengikuti jejak semangat Rasul Petrus dan Paulus, Konsili Vatikan II dengan sangat meminta kepada umat beriman Kristiani, supaya bila ini mungkin “memelihara cara hidup yang baik di antara bangsa-bangsa bukan Yahudi dan sejauh tergantung dari mereka, hidup dalam damai dengan semua orang.
Nostra Aetate adalah ajaran Gereja yang berkekuatan normatif serta mengikat, baik pada tatanan kognitif maupun pada tatanan praktis. Sekalipun merupakan sebuah dokumen yang independen, Nostra Aetate memiliki hubungan atau korelasi internal dengan dua dokumen konsili Vatikan Kedua lainnya yakni Dignitatis Humanae (Pernyataan Tentang Kebebasan Beragama) dan Lumen Gentium (Ksontitusli Dogmatis tentang Gereja).
Salah satu tokoh yang berperan dalam Nostra Aetate adalah P. Georges Chehata Anawati OP, pastor kelahiran Alexandria, Mesir yang menghabiskan hidupnya di antara dunia Islam dan Katolik. Dokumen Nostra Aetate disetujui oleh para Uskup dalam sebuah pemungutan suara 2.221 suara berbanding 88 dan diresmikan oleh Paus Paulus VI pada 28 Oktober 1965.
Komentari tentang post ini