Sementara pengertian murah kata politisi asal Banyuwangi Jawa Timur itu, harus dipahami sebagai harga buku yang terjangkau oleh segala lapisan masyarakat, dan murah tidak dalam konotasi yang murahan.
Dengan demikian harga buku tidak lagi menjadi beban berat bagi siapapun yang ingin lebih cerdas dan berusaha meningkatkan budaya literasi.
Kemudian pengertian merata harus diterjemahkan sebagai ketersediaan sekaligus penyebaran distribusi buku bacaan yang mudah diperoleh dari sabang sampai merauke, dari Aceh sampai Papua.
Kenyataan itulah kata Anas, yang kemudian melahirkan istilah yang sangat menyedihkan: Indonesia sedang mengalami tragedi nol buku.
Karena itu, hadirnya undang-undang Sisbuk ini diharapkan bisa menjadi salah pemicu kuat bagi tumbuh-kembangnya budaya baca-tulis anak-anak dan masyarakat Indonesia, sekaligus merupakan jalan baru bagi perbaikan tata kelola sistem perkuan nasional.
“Undang-undang Sibuk ini jangan dibiarkan hanya berjalan sendirian. Namun akan menjadi lebih efektif jika bersamaan dengan diberlakukannya, pemerintah juga mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang ikut memperkuat pesan penting dari undang undang ini,” ujarnya.
Komentari tentang post ini