JAKARTA – Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang perdana sengketa Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (PHPU Presiden) Tahun 2024, yang diajukan Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Nomor Urut 01 Anies Rasyid Baswedan dan Muhaimin Iskandar (Paslon 01), pada Rabu (27/3/2024) di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta.
Dalam perkara yang teregistrasi dengan Nomor 1/PHPU.PRES-XXII/2024, paslon 01 menggugat Keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Nomor 360 Tahun 2024 tentang Penetapan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2024, yang menetapkan paslon 02 Prabowo Subianto- Gibran Rakabuming Raka sebagai pemenang pilpres.
Sidang perdana dengan agenda pemeriksaan pendahuluan atau penyampaian permohonan Pemohon dipimpin Ketua MK Suhartoyo dengan didampingi 7 hakim konstitusi lainnya.
Bambang Widjojanto selaku kuasa hukum pemohon, membacakan petitum paslon 01. Pasangan yang diusung koalisi partai Nasdem, PKB dan PKS ini, meminta kepada MK untuk membatalkan kemenangan paslon 02 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka sebagai presiden-wakil presiden 2024-2029.
Kemudian mendiskualifikasi paslon 02 Prabowo-Gibran sebagai peserta pemilu tahun 2024, termasuk juga membatalkan kepesertaan paslon 02 sebagai peserta pilpres 2024.
Selain itu, Pemohon meminta MK agar memerintahkan KPU melakukan pemungutan suara ulang (PSU) tanpa mengikutsertakan Paslon 02 Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka, serta memerintahkan kepada Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) untuk melakukan supervisi dalam rangka pelaksanaan amar putusan ini.
Bambang membeberkan alasan dari petitum paslon 02. Pemohon mendalilkan hasil penghitungan suara untuk paslon 02 Prabowo – Gibran (96.214.691 atau 58,6 persen) diperoleh dengan cara yang melanggar asas pemilu dan prinsip penyelenggaraan pemilu yaitu bebas, jujur, dan adil secara serius melalui mesin kekuasaan serta pelanggaran prosedur.
“Ada berbagai modus kejahatan terhadap konstitusi dan cara-cara curang yang dilakukan Presiden Jokowi untuk mendukung paslon 02 yang kesemuanya itu melahirkan berbagai kejahatan turunan dalam bentuk pelanggaran prosedur pemilu yang mempengaruhi hasil pemilu,” kata Bambang seperti yang dikutif dari laman mkri.id.
Bambang menjabarkan, dalil pengkhianatan terhadap konstitusi dan pelanggaran asas bebas, jujur, dan adil berangkat dari sejumlah argumentasi.
Mulai dari lumpuhnya independensi penyelenggara pemilu karena intervensi kekuasaan, nepotisme paslon 02 menggunakan lembaga kepresidenan, pengangkatan penjabat kepala daerah yang masif dan digunakan untuk mengarahkan pilihan.
Kemudian, tambah Bambang, penjabat kepala daerah menggerakkan struktur di bawahnya, keterlibatan aparat negara, pengerahan kepala desa, undangan presiden kepada ketua umum partai politik koalisi di Istana, intervensi ke MK, penyalahgunaan bantuan sosial (bansos) dengan melanggar Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (UU APBN) dan dampaknya bagi perolehan suara paslon 02, serta kenaikan gaji dan tunjangan penyelenggara pemilu di momen kritis.
Komentari tentang post ini