Sementara, dalil pelanggaran prosedur berangkat dari manipulasi daftar pemilih tetap (DPT), surat suara yang tercoblos pada paslon 02, pengurangan suara Pemohon, politik uang, mencoblos lebih dari satu kali, tempat pemungutan suara (TPS) janggal, anak-anak ikut mencoblos, serta kecurangan KPU yang dilakukan melalui sistem teknologi informasi dan Sirekap (Sistem Informasi Rekapitulasi).
Bambang menjelaskan, sejumlah TPS dilaporkan tidak terdaftar sebelumnya dan beberapa TPS tidak melaksanakan pemungutan suara, seperti yang terjadi di Sleman, DIY, dilihat adanya ketidaksesuaian antara Keputusan KPU tentang Jumlah Tempat Suara Pemutakhiran dan Data Pemilih Pemilu Tahun 2024 dan laman KPU yang berkaitan dengan hasil penghitungan suara.
Selain itu juga, Bambang menyebutkan, ditemukan anak-anak ikut mencoblos di TPS 7 Kelurahan Kemanisan, Curug, Kota Serang, Banten yang diduga ada unsur kesengajaan.
Menurut Pemohon, KPU selaku Termohon sengaja menerima pencalonan paslon 02 secara tidak sah dan melanggar hukum, meskipun usia Cawapres Gibran pada saat mendaftar tidak memenuhi syarat sebagaimana Peraturan KPU (PKPU) Nomor 19 Tahun 2023 tentang Pencalonan Peserta Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden.
Menurut Pemohon, KPU menerima dan memverifikasi berkas pendaftaran Gibran sebagai bakal cawapres tanpa terlebih dahulu merevisi PKPU 19/2023.
Hal ini terkonfirmasi dari pertimbangan hukum Putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Nomor 135-PKE-DKPP/XII/2023, bahwa seharusnya dalam rangka menindaklanjuti Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 mengenai persyaratan batas usia calon presiden dan calon wakil presiden, KPU wajib terlebih dahulu merevisi PKPU 19/2023.
Komentari tentang post ini