JAKARTA-Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) memutuskan memberhentikan Anwar Usman dari posisi Ketua MK.
Alasannya, paman Gibran ini terbukti melakukan pelanggaran berat.
Namun ironisnya, MKMK tidak berani menjatuhkan sanksi “pemberhentian dengan tidak hormat” sesuai ketentuan pasal 47 Peraturan MK No.1 Tahun 2023 tentang MKMK.
Koordinator Pergerakan Advokat (Perekat) Nusantara dan TPDI, Petrus Selestinus menegaskan, posisi ipar Jokowi yang masih berstatus hakim MK ini menjadi ancaman disharmonisasi dalam tubuh MK.
Sebab, dikhawatirkan akan menjalankan peran-peran non yustisial secara lebih leluasa tanpa beban dll.
“Dan ini tentu jadi ancaman serius atau bom waktu bagi MK ke depan,” ujar Koordinator Pergerakan Advokat Nusantara (Perekat) dan TPDI, Petrus Selestinus di Jakarta, Rabu (8/11).
Selaku salah satu Pelapor, Petrus mengaku sangat kecewa, karena 5 butir amar putusan MKMK, sangat tidak menyentuh esensi persoalan dan sama sekali tidak menjawab ekspektasi public.
Bahkan rasa keadilan publik dipandang dari aspek Yuridis, Filosofis, Etik dan Moral.
Alasannya karena MKMK tegas menyatakan Hakim Terlapor terbukti melakukan pelanggaran berat, akan tetapi MKMK tidak berani menjatuhkan sanksi pemberhentian dengan tidak hormat.
“Di sinilah nampak aroma kompromi, aroma intervensi kekuasaan untuk menyelamatkan muka Hakim Terlapor,” ujarnya.
Padahal tegas Petrus, MKMK seharusnya mengedepankan upaya menyelamatkan muka MK, menyelamatkan marwah dan keluhuran martabat MK ketimbang muka Hakim Terlapor yang sudah terbukti melakukan pelanggaran berat.
Dengan amar putusan seperti itu sebetulnya Jimly Asshiddiqie dan MKMK gagal mengembalikan marwah dan kehormatan serta kemerdekaan MK yang dijamin UUD 1945 dari cawe-cawe tangan kekuasaan dengan menggunakan jalur keluarga.
Ibarat dokter bedah mengoperasi cancer tetapi masih menyisahkan virus ganas dalam tubuh pasiennya, sehingga masih mengancam MK ke depan.
“Dengan tetap mempertahankan Hakim Terlapor dalam jabatan Hakim Konstitusi dengan sedikit menghilangkan kekuasaan dan wewenangnya sebagai Ketua MK dengan pembatasan tidak ikut sidang perkara tertentu dan tidak ikut dicalonkan atau mencalonkan diri sebagai pimpinan MK. Ini sangat berbahaya dan tentu jadi ancaman serius atau bom waktu bagi MK ke depan,” imbuhnya.
Komentari tentang post ini