“Kami harus yakini bahwa kita bisa mengendalikan subsidi BBM lebih baik. Kalau sudah dianggarkan dan ternyata seperti dua tahun terakhir terjadi lonjakan, akan membahayakan kesinambungan fiskal kita,” tukasnya.
Sedangkan realisasi subsidi non-energi, lanjutnya, lebih rendah dibanding APBN-P-nya (93,4 %) disebabkan oleh tidak dilaksanakannya program kompensasi perubahan harga BBM untuk tambahan raskin, subsidi/PSO untuk PT Pelni dan subsidi bunga untuk sarana fasiltas BBM non-subsidi.