JAKARTA-Presiden Joko Widodo telah menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Aset Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (Jamsostek). Dalam revisi ini, aset Jamsostek boleh diinvestasikan ke Obligasi Daerah dan 30% untuk perumahan. Namun Obligasi daerah yang diterbitkan oleh Pemerintah Daerah yang tercatat dan diperjualbelikan secara luas dalam Bursa Efek, paling sedikit memiliki peringkat A- atau yang setara dari perusahaan pemeringkat efek yang telah memperoleh izin dari lembaga pengawas di bidang pasar modal.
PP yang dirilis pada 3 Agustus 2015 ini dengan pertimbangan untuk meningkatkan pelayanan kesejahteraan peserta jaminan sosial ketengakerjaan yang diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketengakerjaan.
Dalam revisi ini, pemerintah mengubah ketentuan mengenai besaran Dana Operasional yang bisa diambil dari Dana Jaminan Sosial Ketenagakerjaan, dari semula ditetapkan paling tinggi 10% (sepuluh persen) dari Iuran Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian dan 2% (dua persen) akumulasi Iuran dana hasil pengembangan jaminan hari tua menjadi 10% (sepuluh persen) dari Iuran Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian dan 10% (sepuluh persen) dari Iuran yang diterima dan 10% (sepuluh persen) dari dana hasil pengembangan jaminan hari tua dan jaminan pensiun. “Besaran persentase Dana Operasional sebagaimana dimaksud ditetapkan setiap tahun oleh Menteri (Keuangan, red) setelah berkoordinasi dengan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan dan Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN),” bunyi Pasal 13 ayat (2) PP No. 55 Tahun 2015 itu.
Selain itu, pemerintah juga menambahkan satu ketentuan dalam Pasal 26 ayat (2) PP tersebut. Jika sebelumnya hanya disebutkan bahwa instrumen investasi dalam negeri maka dengan PP ini, aset Jamsostek boleh di investasikan ke deposito berjangka termasuk deposit on call dan deposito berjangka waktu kurang dari atau sama dengan 1 (satu) bulan serta sertifikat deposito yang tidak dapat diperdagangkan (non negotiable certificate deposit) pada Bank, Surat berharga yang diterbitkan Negara Republik Indonesia dan Surat berharga yang diterbitkan Bank Indonesia (BI).
Selain itu, surat utang korporasi yang tercatat dan diperjualbelikan secara luas dalam Bursa Efek; yaitu Saham yang tercatat dalam Bursa Efek; Reksadana, Efek beragun aset; Dana investasi real estat; Repurchase agreement; Penyertaan langsung; dan tanah, bangunan, atau tanah dengan bangunan.
Maka dalam PP baru ini ditambahkan huruf l, yaitu obligasi daerah yang diterbitkan oleh Pemerintah Daerah yang tercatat dan diperjualbelikan secara luas dalam Bursa Efek.
Dalam Pasal 28 PP tersebut disebut, Obligasi daerah yang boleh menjadi instrumen investasi dana Jamsostek adalah Obligasi daerah yang diterbitkan oleh Pemerintah Daerah yang tercatat dan diperjualbelikan secara luas dalam Bursa Efek, paling sedikit memiliki peringkat A- atau yang setara dari perusahaan pemeringkat efek yang telah memperoleh izin dari lembaga pengawas di bidang pasar modal.
Adapun persyaratan yang ditentukan dalam PP tersebut untuk investasi dana Jamsostek pada Obligasi daerah adalah yang diterbitkan oleh pemerintah daerah yang tercatat dan diperjualbelikan secara luas dalam Bursa Efek untuk setiap emiten paling tinggi 5% (lima persen) dari jumlah Investasi dan seluruhnya paling tinggi 50% (lima puluh persen) dari jumlah investasi.
Selain itu PP ini juga menyisipkan Pasal 35A di antara Pasal 35 dan Pasal 36, yang bunyinya: “Pengembangan aset Dana Jaminan Sosial Hari Tua dalam bentuk deposito sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 huruf a yang dipergunakan untuk mendukung program perumahan peserta ditempatkan pada bank pemerintah dengan tingkat imbal hasil paling sedikit setara dengan tingkat suku bunga Bank Indonesia”.
Menurut PP ini, investasi berupa obligasi daerah yang diterbitkan oleh Pemerintah Daerah yang tercatat dan diperjualbelikan secara luas dalam Bursa Efek untuk setiap emiten paling tinggi 5% (lima persen) dari jumlah Investasi dan seluruhnya paling tinggi 50% (lima puluh persen) dari jumlah Investasi.
Selain itu juga ada Pasal 37A di antara Pasal 37 dan Pasal 38 yang berbunyi: “Pengembangan Dana Jaminan Sosial Hari Tua pada instrumen investasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35, Pasal 36, dan Pasal 37 dapat digunakan untuk mendukung program penyediaan perumahan bagi peserta paling banyak 30% (tiga puluh persen) dari total Dana Jaminan Sosial Hari Tua”.
Pasal 63A ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2015 ini juga menegaskan, dalam hal penyesuaian investasi berupa penyertaan langsung yang berasal dari pengalihan aset PT Jamsostek (Persero) belum dapat diselesaikan, BPJS Ketenagakerjaan wajib menjual penyertaan langsung dimaksud dengan harga paling sedikit sama dengan harga perolehan, dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun sejak Peraturan Pemerintah ini berlaku.
Dalam hal penjualan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat dilakukan, maka jangka waktu penjualan diperpanjang paling lama 1 (satu) tahun. “Dalam hal penjualan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat dilakukan, penjualan penyertaan langsung tersebut wajib dilaksanakan berdasarkan harga pasar dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun,” bunyi Pasal 63A ayat (3) PP tersebut.
Pasal 64A PP ini juga memberikan keleluasaan bagi BPJS Ketenagakerjaan untuk menyelanggarakan layanan tambahan bagi peserta BPJS Ketenagakerjaan, berupa rumah susun sewa yang pendanaannya berasal dari aset BPJS Ketenagakerjaan. “Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal 1 Juli 2015, kecuali ketentuan Pasal 13 ayat (1) huruf b mulai berlaku 1 Januari 2016,” bunyi Pasal II Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2015 yang diundangkan oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly pada tanggal 4 Agustus 2015 itu
Komentari tentang post ini