JAKARTA-Pemerintah mengatakan hingga kini masyarakat masih menilai jasa asuransi sebagai “barang mahal” dan belum bisa memberikan proteksi keuangan di masa depan. “Masih ada asumsi bahwa asuransi itu mahal dan hanya bisa dimiliki orang-orang yang berpenghasilan besar,” kata Kepala Biro Perasuransian Badan Pengawas Pasar Modal – Lembaga Keuangan Isa Rachmatarwata di Jakarta, Rabu,17/10
Menurut Isa, sebenarnya asuransi bisa memberikan proteksi terkait kebutuhan dana yang kemungkinan tak bisa didapatkan di masa mendatang. Karena itu, saat ini industri asuransi yang semakin berkembang tidak diikuti oleh pertumbuhan orang yang berasuransi. “Banyak yang menganggap premi asuransi terlalu mahal, padahal saat ini ada banyak perusahaan yang menawarkan premi dalam nilai yang cukup terjangkau,” tambahnya
Hal ini menyebabkan kontribusi asuransi terhadap Produk Domestik Bruto berada di level 1,82 %. “Angka ini belum termasuk asuransi wajib seperti Taspen, Jamsostek dan Askes. Jika digabung dengan asuransi wajib menjadi sekitar 2,03-2,05 %,” jelas dia.
Hingga akhir tahun, pemerintah menargetkan bisa mendorong angka tersebut menjadi dua % untuk kontribusi asuransi biasa dan 2,5 % untuk kelompok yang digabung dengan asuransi wajib.
Lebih jauh kata Isa, tak hanya proteksi jiwa, kesehatan dan harta, saat ini ada sejumlah perusahaan yang menawarkan asuransi khusus yang lebih spesifik seperti perlindungan kendaraan bermotor atau perlindungan terhadap penyakit tertentu.
Jenis asuransi yang spesifik itu, menurut dia, membutuhkan premi yang lebih rendah karena jenis proteksinya juga khusus. “Dengan begitu tidak ada alasan bahwa asuransi itu mahal. Malah premi kendaraan bermotor hanya sekitar Rp50.000 per tahun,” imbuhnya. **