Oleh: Krizia Maulana
Pasar finansial global masih menunjukkan kondisi yang volatil.
Namun di sisi lain, sentimen dari dalam negeri menunjukkan optimisme atas proses pemulihan perekonomian Indonesia di tahun 2022 ini.
Dua kondisi yang berbeda ini mempengaruhi strategi investor agar tujuan finansial masa depan mereka dapat tetap tercapai.
Lalu bagaimana strategi investasi di tengah kondisi pasar global yang masih volatil?.
Sentimen global yang masih kuat
Saat ini, tekanan dari global masih besar pengaruhnya ke pasar finansial domestik.
Ada tiga faktor utama yang masih mempengaruhi pasar global yaitu tekanan inflasi, suku bunga, dan pertumbuhan ekonomi.
Risalah FOMC di bulan Mei mengindikasikan sikap Fed yang lebih fleksibel terhadap arah kebijakan moneter, dimana front loading kenaikan suku bunga memberi fleksibilitas untuk melakukan perubahan kebijakan tergantung kondisi yang ada.
Pasar finansial menginterprestasikan hal ini sebagai indikasi The Fed dapat mengubah laju kenaikan suku bunga tergantung pada kondisi ekonomi setelah rencana kenaikan bunga sebesar 50 bps di Juni dan Juli 2022.
Walaupun sejauh ini kondisi ekonomi AS masih tetap suportif, seperti yang ditunjukkan oleh tingkat konsumsi dan pendapatan, namun indeks keyakinan konsumen dan bisnis AS yang menjadi indikator tren aktivitas ekonomi mengalami penurunan.
Kondisi ini mendukung pandangan Fed yang lebih fleksibel, mengambil keputusan kebijakan berdasarkan perkembangan ekonomi ke depannya.
Sementara di Asia, perbaikan kasus Covid, pelonggaran pembatasan, dan stimulus yang digelontorkan oleh pemerintah China menjadi katalis penting untuk mendukung sentimen yang lebih positif di Asia.
Kondisi makroekonomi Asia tertopang oleh kinerja ekspor yang kuat didukung oleh ekspor barang elektronik dan komoditas sumber daya alam, sehingga berdampak positif bagi stabilitas makroekonomi dari sisi transaksi berjalan dan nilai tukar.
Sinyal positif dari dalam negeri
Meski ada risiko dari pasar global, kabar positif datang dari dalam negeri.
Ada enam faktor yang mendukung sinyal penguatan perekonomian Indonesia, yaitu inflasi yang relatif terkendali, posisi Indonesia sebagai net eksportir komoditas, ekspansi ekonomi Indonesia, peran penting new economy, valuasi aset finansial yang menarik, dan kepemilikan asing yang cenderung rendah.
Pertama, inflasi yang relatif terkendali dan suku bunga riil yang relatif tinggi dibandingkan negara lain memungkinkan pengetatan moneter domestik tidak seagresif pengetatan moneter The Fed atau bank sentral global lain.
Kedua,posisi Indonesia sebagai net eksportir komoditas memberikan dampak positif. Kontribusi ekspor komoditas yang cukup tinggi berhasil mendorong neraca perdagangan dan menjaga stabilitas Rupiah di tengah memburuknya sentimen dunia terkait inflasi, suku bunga dan harga komoditas yang tinggi.
Ketiga, ekspansi ekonomi menjadi daya tarik di tengah normalisasi global.
Adapun katalis utamanya adalah percepatan pemulihan ekonomi ke depan.
Di kuartal keempat 2021, pertumbuhan PDB tahunan Indonesia berhasil kembali ke level 5%.
Keempat, new economy mendukung pertumbuhan jangka panjang yang menjanjikan.
Selama pandemi, new economy telah menunjukkan peran yang penting dan kontribusi pendapatan dari sektor ini diperkirakan akan mencapai 9% pada PDB di 2023.
Saat ini, kontribusi utama datang dari e-commerce, namun ke depannya e-logistik, kendaraan listrik, energi terbarukan, dan kesehatan akan meningkat.
Hal ini diperkirakan dengan dasar perhitungan penetrasi saat ini yang masih rendah.
Kelima, valuasi aset finansial yang menarik setelah ketertinggalan kinerja pasar Indonesia di 2021.
Keenam, kepemilikan asing yang cenderung rendah pada aset finansial membuat risiko outflow lebih rendah.
Atur ulang portofolio
Kondisi global yang volatil mengakibatkan perekonomian tidak pasti dan tentunya memiliki risiko tersendiri.
Di sisi lain, beragam faktor dari dalam negeri masih menjanjikan potensi pertumbuhan bagi aset investasi di pasar modal.
Dalam jangka panjang, pasar saham masih memberikan potensi keuntungan yang menarik, terlebih kondisi pasar domestik juga mendukung.
Walau demikian, portofolio investor sebaiknya tetap terdiversifikasi.
Penambahan alokasi investasi pada aset dengan korelasi yang rendah dan risiko yang relatif rendah, seperti reksa dana pendapatan tetap dan reksa dana pasar uang, juga tetap perlu dilakukan untuk mengantisipasi kondisi pasar global yang volatil.
Investor yang ingin memanfaatkan peluang pertumbuhan pasar domestik dapat memanfaatkan reksa dana saham.
Sebagai gambaran, dalam setahun terakhir, sejak akhir April 2021 hingga akhir April 2022, reksa dana Manulife Greater Indonesia Fund (MGIF) mencatatkan kinerja 22,0%.
Sementara reksa dana Manulife Saham Andalan (MSA) mencatatkan kinerja 26,6%, dan reksa dana Manulife Dana Saham (MDS) mencatatkan kinerja 16,7% pada periode yang sama.
MGIF merupakan reksa dana saham dalam denominasi dolar AS, sedangkan MSA dan MDS merupakan reksa dana saham dalam denominasi rupiah.
MGIF cocok untuk investasi jangka panjang karena melakukan penempatan pada saham-saham yang dijual melalui penawaran umum dan atau diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia (BEI). MSA menggunakan tolok ukur IDX 80, sehingga komposisi market cap lebih merata.
Dengan menggunakan strategi high conviction, di mana deviasi terhadap tolok ukurnya yang lebih lebar, kinerja portofolio MSA pun cenderung lebih lebar.
Sementara itu, MDS menggunakan tolok ukur LQ45 dengan komposisi big cap yang lebih besar.
Dengan strategi core yang diterapkan, deviasi MDS terhadap tolok ukur lebih terbatas dan volatilitasnya pun cenderung lebih sempit dibandingkan strategi high conviction.
Jumlah porsi penempatan investasi pada reksa dana saham, pasar uang, maupun pendapatan tetap tentunya harus disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing investor memperhatikan faktor seperti; tujuan investasi, jangka waktu investasi dan kebutuhan likuiditas yang berkaitan erat dengan toleransi risiko.
Dengan mengetahui perkembangan pasar terkini dan melakukan penyesuaian pada komposisi portofolio, investor diharapkan dapat merealisasikan berbagai tujuan keuangannya di masa depan.
Penulis adalah Investment Specialist PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) di Jakarta
Komentari tentang post ini