Hal ini bisa terjadi bilamana mesin memang sudah mati maka fungsi rem sama saja akan lumpuh, karena kompresi dan hidrolis oli rem dari Master / Booster Rem ke Kampas-kampas Rem yang terletak di tiap roda menjadi tidak mengalir dan sama saja hal tersebut adalah situasi yang sangat berbahaya karena praktis Bus sudah tidak akan bisa dillambatkan jalannya, kecuali sopir sempat memasukkan Gigi Rendah dan-atau menarik Tuas Rem tangan, namun kalau sudah meluncur cepat (dan panik) akibatnya tidak terkendali.
At last but not least, antara Odong-odong dan Bus Putera Fajar ini akhirnya menjadi sama “status”-nya, yakni membahayakan masyarakat penumpangnya.
Pemerintahn harus lebih tegas menertibkan angkutan umum ini semua, jangan hanya kesalahan ditimpakan kepada Sopir semata.
Pemilik Bus juga harus bertanggungjawab akan ketidaktertiban surat-surat dan administrasi kendaraan yg dia bisniskan tersebut, apalagi kalau ternyata ada “kong kali kong” antara penyedia jasa dengan penyewa yg tidak seharusnya terjadi.
Nyawa manusia jauh lebih penting dari keuntungan semata, sama seperti kejujuran dan etika jauh lebih mulia dari kemenangan kalau hal tersebutdiperoleh dari hasil kecurangan sebagaimana yang barusan ditunjukkan didepan mata dan celakanya malah menggunakan teknologi (SIREKAP) yang tidak seharusnya disalahgunakan untuk kejahatan dan masyarakat semua yang jadi korbannya .
Penulis adalah Pemerhati Telematika, Multimedia, AI dan OCB -/sekaligus Pembina & Penasehat beberapa Organisasi Otomotif spt PPMKI (Perhimpunan Penggemar Mobil Kuno Indonesia), Mercedes-Benz dan TBN (Touring Bela Negara).
Komentari tentang post ini