Beberapa contoh kasus yang ditemukan TePI, kata Jeirry, seperti surat suara yang tertukar, tapi tanpa penjelasan apakah yang tertukar semisal di Surabaya, lalu surat suara untuk Surabaya itu tertukar dengan daerah mana, itu belum ada penjelasan dari KPU. Padahal, dari 32 provinsi yang tertukar itu meliputi 600-an TPS, dan masih banyak daerah yang belum menggelar pemilu ulang. “Seharusnya, rekapitulasi suara di KPU dihentikan sambil menunggu selesainya pemilu ulang di seluruh Indonesia. Tapi, KPU jalan terus, apakah ini masih disebut rekapitulasi suara secara nasional?” ungkapnya
Menurut Jeirry, soal jadwal penghitungan itu juga bisa diubah, dan tidak harus mulai 26 April sampai 6 Mei 2014, karena terbukti penghitungan dan pemilu ulang belum selesai. “Tapi, kenapa partai diam, dan masyarakat juga diam? Belum lagi penyelenggara pemilu dari saksi dan pengawas pemilu di KPPS banyak yang pulang, dan formulir C1 plano banyak juga yang hilang, maka otak-atik angka di C1 pun bisa berubah. Jadi, manipulasi dan politik uang ini sangat kompleks,” ucapnya.