JAKARTA-Penegakan dan pembentukan hukum di Indonesia sudah tidak dilandaskan pada upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dan penegakan hukum sering dijalankan tanpa arah dan tujuan yang nyata dan belum dirasakan kemanfaatnya bagi kepentingan para pencari keadilan khususnya.
Hal ini terungkap dalam diskusi bedah buku “Teori Hukum Integratif” karya Prof. Dr. Romli Atmasasmita.
Bertempat di Pullman Jakarta Central Park Hotel Podomoro City pada Rabu, 3 Oktober 2012 Peradi menggelar bedah buku “Teori Hukum Integratif” karya Prof. Dr. Romli Atmasasmita yang telah diluncurkan ke publik sejak maret 2012.
Acara ini menghadirkan Narasumber dari kalangan akademisi dan penegak hukum yaitu Prof. Dr. Muladi, SH (Gurubesar Emiritus Undip dan Mantan Gubernur Lemhanas), Prof. Amzulian Rifai, Ph.D (Dekan Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya), Dr. Otto Hasibuan, SH, MM (Ketua Umum DPN Peradi), Prof. Romli Atmasasmita (Gurubesar Emiritus Unpad sekaligus juga Penulis buku “Teori Hukum Integratif”) dan Dr. H. Fauzie Yusuf Hasibuan, SH, MH (Ketua Komisi Pendidikan Profesi Advokat Peradi) sebagai moderator.
Selain advokat anggota Peradi acara ini juga dihadiri oleh beberapa undangan dari Perwakilan kabareskrim, Perwakilan Jampidsus, Perwakilan PTUN Jakarta dan Perwakilan Kapolda Metrojaya.
Dalam sambutannya, H. Adardam Achyar SH MH selaku ketua panitia menjelaskan melalui diskusi ini diharapkan akan bisa memperkaya ilmu hukum di Indonesia, memberikan kontribusi dan manfaat bagi pembangunan hukum di Indonesia.
“Dengan diskusi ini juga kami berharap akan bisa merefresh dan mengupdate ilmu hukum bagi rekan-rekan advokat sebagai penegak hukum supaya dapat menyentuh rasa keadilan masyarakat,” jelas Adardam.
Dalam paparannya, Muladi mengatakan “Teori Hukum Integratif” yang diperkenalkan oleh Prof. Romli berusaha mengkombinasikan Pemikiran Prof. Mochtar Kusumaatmadja dengan Teori Hukum Pembangunan yang melihat hukum sebagai norma (System of Norm) dan hukum dilihat sebagai sarana dalam pembangunan agar pembangunan dapat dilaksanakan dengan tertib dan teratur serta Prof. Satjipto Raharjo alm dengan “Teori Hukum Progresif” yang memandang hukum sebagai sistem Perilaku (System of Behavior) yang pro rakyat dan pro keadilan.
Guru Besar Emiritus Undip ini juga mengatakan bahwa kritik yang dapat dikemukakan pertama kali terhadap “Teori Integratif” Prof. Romli adalah nomenklatur yang digunakan yang terlalu umum dan “open ended”, berbeda dengan “Teori Hukum Pembangunan” dan “Teori Hukum Progresif” yang bersifat atraktif dan “res ipsa loquitur” dan berkonotasi aktif.
Dia menyarankan alangkah lebih baik apabila yang ditonjolkan justru adalah elaborasinya berupa “Theori of Social and Bureaucrtic Engineering of Law”.
“Beliau juga menambahkan jika teori baik teori Prof. Mochtar, Prof. Satjipto Raharjo alm serta teori Prof. Romli semua baik untuk dihayati dengan catatan teori-teori tersebut harus berorientasi pada problem solving dan bagi bangsa indonesia teori hukum harus tidak boleh lepas dari karakter nasional (4pilar) dan karakter pemerintahan yang demokratis.