JAKARTA-Bank Indonesia (BI) mendukung Pemerintah dalam pencegahan pencucian uang dan pendanaan terorisme melalui peran BI sebagai otoritas sistem pembayaran.
Hal ini diwujudkan dalam 3 strategi yaitu pemenuhan standar atau prinsip Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (APU PPT), baik secara nasional maupun internasional; peningkatan awareness publik dan penyelenggara terkait risiko Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) & Tindak Pidana Pendanaan Terorisme (TPPT) dan peningkatan koordinasi/kerja sama antar lembaga, secara nasional & internasional.
Demikian hal yang mengemuka dalam acara Sosialisasi Rezim Anti Pencucian Uang Melalui Diskusi kepada Media Massa yang diselenggarakan oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan dibuka langsung oleh Kepala PPATK, Kiagus Ahmad Badaruddin, di Depok, Jawa Barat, Kamis (12/9).
Dalam kesempatan tersebut, BI memaparkan penerapan prinsip APU PPT di area sistem pembayaran.
Penerapan prinsip APU PPT yang efektif diyakini dapat mendukung integritas sistem keuangan di Indonesia, meningkatkan kredibilitas dan reputasi Indonesia, serta memenuhi kepatuhan terhadap standar international APU PPT yang berlaku.
“Untuk itu, BI senantiasa mendukung langkah-langkah Pemerintah dalam menerapkan prinsip APU PPT, termasuk dalam menghadapi Mutual Evaluation (ME) untuk menjadi negara anggota Financial Action Task Force on Money Laundering (FATF) pada tahun 2020,” ujar Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI, Onny Widjanarko.
Dia menjelaskan, berbagai manfaat yang dapat diperoleh Indonesia dengan menjadi anggota FATF yaitu:
Pertama, percepatan untuk menjadi negara yang diakui memiliki integritas sistem keuangan yang tinggi dengan menerapkan standar-standar internasional untuk mencegah kejahatan dalam sektor keuangan;
Kedua, menjadi pijakan kuat ke depan bagi perkembangan ekonomi Indonesia di dunia, dimana hal ini dapat meningkatkan peringkat Indonesia di berbagai aspek, termasuk investasi;
Ketiga, sarana untuk menunjukkan kepemimpinan Indonesia sebagai negara besar khususnya di Asia dan emerging market yang tentunya dapat berdampak positif bagi perkembangan ekonomi domestik;
Keempat, dapat berperan aktif dan terdepan dalam penetapan standar internasional APU dan PPT yang bermanfaat bagi pengembangan kerangka APU dan PPT domestik dan penyusunan respons kebijakan ke depan untuk emerging market;
Kelima, efektivitas perumusan stance Indonesia dalam pembahasan di fora internasional.
“Penerapan 3 strategi BI dalam pencegahan pencucian uang dan pendanaan terorisme di area sistem pembayaran diimplementasikan ke dalam upaya-upaya yang dilakukan BI,” tuturnya.
Dalam konteks penerapan prinsip APU PPT, BI telah menerbitkan ketentuan mengenai penerapan program APU PPT bagi Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran (PJSP) Selain Bank dan Penyelenggara Kegiatan Usaha Pedagang Valuta Asing Bukan Bank (KUPVA BB) dan ketentuan Teknologi Finansial.
Dari sisi pengawasan sistem pembayaran jelasnya, pendekatan berbasis risiko diterapkan baik oleh penyelenggara maupun oleh BI sendiri. Hal ini dituangkan juga dalam PBI APU PPT yang baru yang mewajibkan Penyelenggara untuk menerapkan pendekatan berbasis risiko (risk-based approach – RBA) dalam implementasi APU PPT.
Sedangkan dalam hal peningkatan awareness masyarakat, BI melakukan edukasi kepada masyarakat untuk menggunakan PJSP dan KUPVA BB berizin.
“Dalam konteks koordinasi, BI bekerjasama dengan pihak kepolisian untuk menertibkan (KUPVA BB) tidak berizin dan Penyelenggara Transfer Dana Bukan Bank (PTD BB) ilegal di wilayah Indonesia,” ulasnya.
Penertiban terhadap penyelenggara tidak berizin dan penerapan Quick Response (QR) Code pada logo KUPVA BB dan PTD BB merupakan salah satu bentuk perlindungan kepada masyarakat dari kegiatan pencucian uang dan pendanaan terorisme.
Komentari tentang post ini