Kedua adalah penurunan inflasi dunia yang akan melambat pada dua tahun mendatang akibat gangguan rantai pasok dan perang dagang (re-emergence of inflation pressure).
Selanjutnya ialah penurunan Fed Funds Rate (FFR) akan lebih rendah, sementara US Treasury naik tinggi ke 4,7 persen pada 2025 dan 5 persen pada 2026 karena defisit fiskal dan utang pemerintah AS yang membengkak.
Kemudian yakni penguatan dolar AS dari 101 ke 107, dan hal ini bakal mengakibatkan tekanan depresiasi nilai tukar seluruh dunia, termasuk rupiah.
“Semoga dolar Amerika tidak menguat lagi,” kata Perry.
Terakhir, pelarian modal investor global dari emerging market ke AS karena suku bunga yang meningkat dan penguatan dolar.
“Kelima gejolak global tersebut berdampak negatif ke berbagai negara, Indonesia tidak terkecuali. Perlu kita antisipasi. Kita waspadai dengan respon kebijakan yang tepat untuk pertahanan dan kebangkitan ekonomi nasional yang telah susah payah kita bangun,” ungkap Gubernur BI.
Komentari tentang post ini