Hasil uji menunjukkan bahwa penggunaan bioaditif mampu menurunkan emisi karbon (COx) hingga 83,78%, emisi nitrogen (NOx) hingga 85,22%, kadar pengotor partikel (4 micron, 6 micron, dan 10 micron) hingga 80 – 85%, dan penurunan kadar air (moisture) pada bahan bakar hingga 10,52%.
Raeti menambahkan bahwa produk Bioaditif BBM telah dikembangkan sejak tahun 1990-an dan telah dijual secara business to business sejak tahun 2006 untuk sektor industri, pertambangan, dan sektor komersial lainnya dengan kinerja yang baik.
Produk bioaditif BBM berasal dari bahan organik minyak atsiri yang 100% dibudidayakan oleh petani lokal dan diolah menjadi produk bernilai tambah tinggi.
“Penggunaan Bioaditif BBM hanya sebanyak 1 permil (1 per seribu) bagian dari volume BBM dengan cara diteteskan ke dalam tangki bahan bakar tanpa proses atau peralatan blending khusus,” tuturnya.
Putu menambahkan bahwa produk aditif BBM bukanlah hal baru.
Beberapa negara seperti Jerman, Amerika, dan Australia telah mengembangkan produk aditif BBM berbasis petroleum.
Indonesia sangat potensial untuk mengembangkan aditif BBM berbasis bahan baku organik dengan harga yang kompetitif dan berkelanjutan (sustainable).