JAKARTA-Menjelang Pemilu 2014 yang makin dekat, bola politik akan semakin liar, antar parpol untuk tujuan yang sama, yaitu berebut kekuasaan.
“Olahraga sepakbola dan politik tak bisa dipisahkan, dua-duanya tujuannya sama, yakni kekuasaan dan uang,” kata Pakar Komunikasi Politik, Prof Tjita Lesmana dalam peluncuran bukunya, ‘Bola Politik dan Politik Bola dan kemana arah tendangannya?’ di Gedung DPR RI Jakarta, Kamis (7/2).
Hhadir sebagai pembahas antara lain anggota Komisi III DPR RI FPG Bambang Soesatyo, anggota Komisi X DPR FPDIP Deddy S (Miing) Gumelar, pakar komunikasi politik UI Effendy Ghazali, dan CEO Liga Indonesia Djoko Drijono.
Diakuinya, soal bola politik itu akan ditendang ke arah mana, terkait dengan presiden selaku pememangnya? Itulah katanya yang belum bisa terjawab sekarang.
“Yang pasti Demokrat akan mencalonkan Ibu Ani Yudhoyono, Golkar Aburizal Bakrie, dan Gerindra Prabowo Subianto. Sedangkan parpol yang lain belum jelas,” tambahnya.
Yang jelas, sambung Tjipta, bola politik dan politik bola itu sama-sama dahsyatnya.
“Hanya saja jangan sampai menghalalkan segala cara dengan mengatur skor, angka, kursi, jabatan dan seterusnya,” ucapnya.
Sementara, Effendy Ghazali menjelaskan sekarang ini bola politik ada di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Karena itu, bolanya tidak ada di lapangan partai, sehingga kalau KPK tidak menemukan dua alat bukti berarti hanya main bola bayang-bayang atau shadow soccer.
Saat ini, sambung Effendi, bola politik itu ditendeng ke PKS.
“Jadi, mendekati 2014, bola politik itu akan makin panas. Tragisnya, ada yang tercecer dalam politik bangsa ini, yaitu rakyat kecil selalu dikalahkan oleh kekuasaan dan uang,”.
Menurut Bambang Soesatyo, pemerintah saat ini lebih senang memainkan bola di lini bawah dan tengah, tanpa berusaha menusuk jantung pertahanan lawan untuk memasukkan sebuah gol sebagai tujuan akhir.
Konkretnya adalah pemerintah lebih memilih membiarkan kasus-kasus korupsi yang ada saat ini mengambang, tanpa diselesaikan dengan tuntas.
Untuk itu, wajar kalau kemudian bola itu ternyata ditendang ke gawangnya sendiri, atau gol bunuh diri.
“Jadi, segala jenis bola politik bisa digunakan, apalagi bila penguasa mempunyai persepsi yang kuat bahwa kekuasaannya sedang digoyang oleh lawan-lawan politiknya,” katanya.
Komentari tentang post ini