JAKARTA-Peran perempuan dalam pengembangan sektor ekonomi dan keuangan syariah saat ini sudah sangat signifikan.
Hal ini membawa banyak dampak positif baik untuk pertumbuhan ekonomi dan industri keuangan syariah, maupun perekonomian Indonesia secara umum ke depannya.
Berdasarkan data Riset Danareksa, per Agustus 2020 tingkat partisipasi angkatan kerja perempuan sudah mencapai 53,13 persen.
Angka ini mendekati rasio partisipasi angkatan kerja laki-laki sebesar 82,41 persen. Tingkat partisipasi angkatan kerja perempuan terus meningkat setiap tahunnya.
Pada 2018 dan tahun 2019 lalu, angkanya masing-masing baru mencapai 51,89 persen dan 51,88 persen.
Partisipasi perempuan dalam pengembangan industri keuangan dan ekonomi syariah juga terlihat dari banyaknya pekerja wanita yang terdapat di PT Bank Syariah Indonesia Tbk.
“Saat ini, dari total 20 ribu pekerja BSI di seluruh Indonesia, 40 persen di antaranya merupakan perempuan. Jumlah ini tidak bisa dibilang sedikit. Yang menarik adalah porsi perempuan di jajaran senior manajemen sekitar hampir 20 persen.” ungkap Direktur Utama BSI Hery Gunardi dalam Webinar dalam rangka memperingati Hari Kartini.
Webinar yang mengambil tema “Perempuan Tangguh Yang Menginspirasi bagi Pembangunan Ekonomi Syariah Indonesia”, Rabu (21/4), di Jakarta.
Webinar tersebut mengundang perempuan-perempuan hebat dalam bidang ekonomi dan ekonomi Syariah antara lain Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Destry Damayanti Deputy Director Business Incubation Shariah KNEKS, Ibu Indarwati Rifianingrum; Pimpinan Baznaz Saidah Sakwan; Staf Khusus Presiden RI Bidang Sosial dan Founder Thisable Enterprise, Angkie Yudistia; dan Founder Fashion Brands Royal Kaftan Eturiacarves, Royal Sulam, Royal Astana, Amy Atmanto
Hery yang juga Bendahara Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) menambahkan bahwa porsi perempuan pada jajaran direksi dan majemen level pimpinan di BSI sekarang sudah mencapai sekitar 20 persen.
Jabatan itu bukan karena kuota atau belas kasihan, tetapi memang karena kemampuan leadership dan kompetensi keuangan syariahnya mumpuni..
Hal ini membuktikan bahwa peran wanita semakin diperhitungkan baik dari sisi bisnis maupun di dalam keuangan, maupun perbankan syariah, khususnya di Bank Syariah Indonesia.
Hery berharap ke depannya literasi perempuan terhadap produk dan layanan keuangan syariah bisa semakin meningkat.
Selain itu, perempuan-perempuan yang sudah terlibat dalam pengembangan ekonomi syariah diharap bisa menginspirasi wanita lain agar tak lagi sungkan untuk memegang peran penting memajukan bangsa dan perekonomian negara.
Pada kesempatan yang sama, Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Destry Damayanti mengatakan bahwa saat ini perempuan Indonesia sudah menduduki posisi penting dan strategis dalam pengembangan ekonomi dan keuangan syariah.
Destry menyebut, saat ini perkembangan ekonomi syariah secara global terus meningkat.
Berdasarkan laporan Refinitiv dan ICD, aset keuangan syariah global diproyeksi naik dari US$2,8 triliun pada 2019 menjadi US$3,69 triliun pada 2024 mendatang. Pertumbuhan aset keuangan syariah global ini dipastikan juga terjadi di Indonesia.
Pertumbuhan yang pesat ini disebutnya juga dilakukan melalui pemberdayaan perempuan. Berbagai program pengembangan usaha syariah dilakukan dengan melibatkan perempuan pelaku usaha syariah maupun para santri putri di pesantren.
Hal ini dilakukan agar ke depannya semakin tercipta kesetaraan gender di Indonesia.
“Kesetaraan gender khususnya perempuan memiliki potensi untuk mendorong Pertumbuhan Ekonomi. Berdasarkan studi dari McKinsey (2018), Indonesia dapat meningkatkan tambahan PDB sebesar US$135 miliar diatas angka normal PDB pada tahun 2025, apabila ada percepatan kesetaraan gender. Hal ini semakin mempertegas bahwa pemberdayaan perempuan akan berdampak positif bagi perekonomian nasional,” ujar Destry.
Pimpinan Baznas RI Saidah Sakwan mengatakan, pelaku industri keuangan syariah, khususnya BSI, juga bisa meningkatkan sinergi untuk pendistribusian dana zakat, infak, dan sedekah demi peningkatan kesejahteraan perempuan.
Alasannya, berdasarkan data Baznas saat ini mayoritas kelompok miskin diisi oleh perempuan.
Padahal, di saat bersamaan potensi nilai zakat di Indonesia jumlahnya cukup besar yakni mencapai Rp327 triliun.
Akan tetapi hingga kini baru Rp12 triliun dana zakat, infak, dan sedekah yang bisa disalurkan tiap tahunnya di Indonesia.
“Dengan Zakat, kita diharapkan bisa menaikan kelas para mustahik (penerima zakat) terutama para perempuan agar bisa menjadi pihak yang lebih maju dan berpotensi menjadi entrepreneur,” ujar Saidah.
“BSI bisa berperan menjadi ibu angkat untuk UMKM penerima dana zakat,” ujarnya.
Komentari tentang post ini