JAKARTA-Praktisi Hukum yang juga pengamat hukum Tata Negara, Carrel Ticualu, melihat Putusan MK No. 90/PUU-XXI/2023 dari perspektif Hukum Acara MK dan Hukum Tata Negara menjadi kontroversi.
Pasalnya, Almas Tsaqibbirru, sang Pemohon Uji Materiil, ternyata tidak memiliki legal standing, hanya karena anak Bonyamin Saiman ini mengidolakan Gibran Rakabuming Raka, Walikota Surakarta yang sukses.
“Uji materi ini menjadi malapetaka bagi bangs aini,” ujar Carrel dalam diskusi TPDI dan Pergerakan Advokat Nusantara Dengan Tema “Dinasti Politik Dan Nepotisme Jokowi Dalam Perspektif Hukum Positif Dan Dampaknya Kepada Pilpres 2024” di Jakarta, Rabu 13 Desember 2023.
Menurutnya, malapetaka uji materi ini terjadi ketika yang memeriksa perkara No.90/PUU-XXI/2023, adalah salah satu keluarga Jokowi, yaitu ketua MK saat itu, Anwar Usman.
Padahal menurut UU No. 48 Tahun 2009, tentang kekuasaan Kehakiman, paman Gibran ini diwajibkan harus mundur dari persidangan.
“Akan tetapi, ipar Jokowi inilah yang memimpin persidangan yang memberikan karpet merah untuk Gibran ini,” terangnya.
Selain dari pada itu jelasnya, gugatan ini tidak bertentangan dengan UUD.
Karena pembatasan usia Capres dan Cawapres tidak diatur dalam UUD tetapi diatur dalam UU Pemilu, maka Pasal 169 Huruf q, tidak bertentangan dengan UUD 1945.
Namun dikabulkan, bahkan Anwar Usman ikut sebagai hakim pemutus uji materil.
Meskipun begitu banyak terdapat kontroversi, namun gugatan Almas dikabulkan oleh MK dengan Anwar Usman sebagai Ketua saat itu, sehingga diberhentikan dari jabatannya sebagai Ketua MK oleh MKMK, sementara Putusan MK No.90/PUU-XXI/ 2023, tetap dilaksanakan sebagai konsekuensi dari sifat putusan MK yang final dan mengikat, meskipun cacat hukum.
“Oleh karena itu, DPR dan Presiden diharapkan segera merevisi sifat final and binding dari putusan MK agar diseleraskan dengan ketentuan pasal 17 UU No.48 Tahun 2009, tentang Kekuasaan Kehakiman,” pungkasnya.
Komentari tentang post ini