JAKARTA – Pengamat ekonomi Salammudin Daeng menilai kenaikan tarif pajak pertambahan nilai atau PPN 12% akan membawa tekanan pada pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Pasalnya, kenaikan PPN ini akan menghambat investasi, perdagangan, memperlemah sektor keuangan nasional.
“Tanpa kenaikan PPN 112%, pertumbuhan ekonomi berada pada posisi 5% sampai 2029,” ujar Daeng.
Tarif pajak pertambahan nilai atau PPN direncanakan akan naik menjadi 12%, seperti tertuang dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
Di Pasal 7 ayat (1) disebutkan bahwa tarif PPN sebesar 11 persen mulai berlaku pada 1 April 2022 dan PPN 12% berlaku paling lambat pada 1 Januari 2025.
Namun rencana kenaikan PPN 12% ini memicu beragam reaksi, serta adanya tuntutan untuk mempertimbangkan ulang.
Menurutnya, kenaikan PPN 12 persen barang mewah akan menekan konsumsi dan kredit konsumsi.
Hal ini dikarenakan pertumbuhan ekonomi Indonesia 55 persen dikontribusikan oleh konsumsi rumah tangga.
Konsumsi termasuk barang mewah seperti peralatan rumah tangga, sepeda motor, mobil, perumahan / property dan konsumsi energi.
Komentari tentang post ini