Wayan memaparkan lima persoalan itu.
Pertama, tidak dilibatkannya DPD dalam program legislasi nasional (prolegnas) sebagai langkah awal legislasi.
Kedua, UU MD3 dan P3 telah mereduksi kewenangan legislasi DPD menjadi setara dengan kewenangan legislasi anggota komisi dan dan gabungan komisi di DPR.
Ketiga, UU MD3 secara sistematis tidak mengikutsertakan DPD dari awal proses pengajuan RUU.
Keempat, UU MD3 telah mendistorsi RUU usul DPD menjadi rancangan UU usul DPR.
Kelima, UU P3 telah merendahkan kedudukan DPD menjadi lembaga yang subordinat di bawah DPR.
“Jika DPD dilibatkan (penyusunan dan pembahasan RUU) setidaknya dapat menjawab empat hal dari UU yang dihasilkan parlemen yaitu menekan korupsi karena ada kontrol dari DPD, UU lebih akuntabel dan berkualitas dan tentu mencerminkan aspirasi daerah,” pungkasnya. **