Jakarta–DPR RI mendesak pemerintah menggunakan Dana Abadi Umat (DAU) yang mencapai Rp44 triliun untuk membangun “Kampung Indonesia’ di Makkah. “Kalau pemerintah serius itu bisa diwujudkan. Untuk itu, perlu diplomasi tingkat tinggi Presiden SBY, jika tak cukup Menteri Agama,” kata anggota tim Pengawas Haji DPR RI, Eva Kusuma Sundari dalam diskusi ‘Evaluasi penyelenggaraan ibadah haji’ bersama pengamat haji M. Subarkah dari Republika di Gedung DPR RI Jakarta, Kamis (8/11).
Berdasarkan catatan, saat ini total Dana Abadi Umat mencapai Rp44 triliun, dimana sebesar Rp35 triliun ditaruh dalam bentuk SDHI dan sisanya disimpan di perbankan syariah.
Menurut Eva, gagasan kampung Indonesia itu sesungguhnya sudah ada sejak masa Kementerian Agama Prof. Dr. KH. Quraish Shihab (1998-1999), namun sampai sekarang belum terealisir. “Kampung Indonesia di Makkah itu meliputi ruang pemondokan (maktab), ruang masak (katering), tempat belanja atau mall, ruang kesehatan, dan transportasi yang terintegrasi ke Masjidil Haram,” tambahnya.
Eva Kusuma mengakui jika sulit memiliki tanah wilayah di Saudi, karena semuanya dikuasai oleh kerajaan. Namun, mengingat jasa-jasa Indonesia besar bagi Arab Saudi selama ini, termasuk tiap tahunnya dengan memberangkatkan ratusan ribu jamaah haji dengan nilai triliunan rupiah, maka pemerintah seharusnya bisa melakukan bergaining posisition seperti dilakukan oleh Bung Karno dan Gus Dur, maka kampung Indonesia di Makkah itu bisa diwujudkan. “Bisa itu. Masak kalah dengan Malaysia dan Turki, yang jamaahnya jauh lebih besar kita,” tambahnya yakin.
Pentingnya kampung Indonesia tersebut menyadari pelayanan haji selama ini sering bermasalah. Baik terkait pemondokan, katering, kesehatan dan transportasi. Hanya saja kata Eva, evaluasi yang dilakukan oleh DPR RI, pers, dan masyarakat tanpa band mark-daftar isian apa saja yang seharusnya diperbaiki. Sehingga pada penyelenggaraan haji berikutnya lebih baik. “Evaluasi hanya menggunakan standar pendapat umum jamaah, yang tak berpikir terhadap bagaimana seharusnya penyelenggaraan haji yang baik. Apalagi jamaah haji kita ini sangat ikhlas atau nrimo,” ujarnya.
Dirjen Penyelenggaran Haji Anggito Abimanyu menurut Eva, sudah menerima usulan band mark tersebut dan sepakat untuk menindaklanjuti untuk musim haji ke depan. Juga mengenai standar rombongan haji Kemenag RI, DPR RI dan lembaga negara lainnya, yang tidak boleh menggunakan anggaran APBN kecuali petugas. “DPR sudah sepakat dengan Kemenag untuk mengatur standar anggaran APBN yang harus digunakan oleh rombongan lembaga negara, sebagai bagian dari band mark haji yang akan kita masukkan ke dalam revisi UU Haji di DPR RI,” tegas Eva lagi.
Selain itu, Eva dan Subarkah sepakat untuk memberikan prioritas bagi masyarakat yang belum menunaikan ibadah haji dan berusia tua. “Saya kira aturan prioritas semacam ini juga akan kita masukkan dalam revisi UU Haji, agar tidak terjadi waiting list-daftar tunggu yang panjang dan lama sampai belasan bahkan puluhan tahun. Bayangkan ada calon jamaah yang harus menunggu sampai tahun 2019 sampai tahun 2020. Padahal, mereka ini sudah membayar lunas dari sekarang. Sementara dengan ONH Plus dan permainan oknum Kemenag RI dengan membayar Rp 20 juta – Rp 30 juta, langsung bisa berangkat, tanpa antri. Ini kan tak adil,” tutur Subarkah.