Singkatnya, ketiga studi itu menyakini korupsi politik bukan semata-mata persoalan moral individual, melainkan problem yang melekat dalam struktur peluang politik yang tersedia.
Sehingga, dalam banyak hal kehadiran struktur peluang itulah yang justru menyebabkan korupsi menjadi fungsional.
Korupsi politik sebagai proksi untuk menduduki posisi strategis di DPR, seperti badan anggaran, pimpinan komisi, dan alat kelengkapan lainnya.
Mereka yang diberi kepercayaan itu memiliki tanggungan untuk menghidupi partai dan membiayai pelbagai aktivitas partai seperti yang diminta oleh elit partai yang menugaskannya.
Hal inilah selanjutnya memunculkan fenomena perburuan rente melalui upaya pemanfaatan kewenangan formal yang dimiliki sebagai anggota DPR baik kuasa legislasi, kuasa penganggaran, kuasa pengawasan, maupun kuasa dalam rekrutmen pejabat publik.
Fungsi anggaran DPR telah dimanfaatkan sebagai lahan “bancakan” bagi para anggota DPR tertentu.
Karena itu, Kenneth A. Smith and Rita H. Cheng berpendapat kondisi tersebut diperlukan reformasi anggaran sebab sumber-sumber keuangan (APBN) kerapkali dialokasikan untuk program-program yang “sesat” melalui upaya pencarian keuntungan, termasuk keuntungan partai politik tertentu.
Komentari tentang post ini