Dia menuturkan dari sektor perikanan Desa Ponggok menghasilkan 4,5 ton per bulan. “Kegiatan itu dikelola oleh ibu-ibu PKK dengan penghasilan sebesar Rp125 juta per bulan,” ujarnya. Keberhasilan tersebut membawa dampak baik, Desa Ponggok kini menjadi desa mandiri, desa mampu menyediakan berbagai fasilitas bagi warganya, antara lain: desa menyediakan pelayanan dasar kesehatan gratis, pemberian gaji bagi karyawan BUMDes 3 kali lipat lebih besar daripada upah minimum rata-rata (UMR) Kabupaten Klaten, dan pemberian jaminan pendidikan. “Masyarakat Desa Ponggok juga mempunyai investasi di BUMDes dan mendapatkan penghasilan sebesar 10-15 persen per bulannya,” tambah Junaidi.
Kini Desa Ponggok juga telah menggunakan aplikasi Desa Pintar sebagai bentuk sistem informasi layanan publik yang bertujuan untuk memudahkan urusan administrasi desa. Selain itu juga untuk memudahkan monitoring aset desa sekaligus sebagai alat handling complaint system. Pun demikian dalam memasarkan produk-produk BUMDes, mereka sudah bekerjasama dengan platform online di antaranya Traveloka dan Bukalapak.
Kepala Bagian Kerjasama Luar Negeri Biro Humas dan Kerjasama Kemendes PDTT Theresia Junidar mengatakan Ponggok merupakan laboratorium alam untuk melihat salah satu model inovasi pemberdayaan masyarakat desa. “Workshop ini menjadi sarana bagi negara-negara di Asia Pasifik untuk mengenal model pemberdayaan masyarakat desa yang inovatif. Program BUMDes di Ponggok ini menjadi inspirasi percontohan bagi 19 negara yang termasuk dalam anggota APO,” katanya ketika mendampingi peserta workshop di Ponggok, Rabu (25/10).
Komentari tentang post ini