Dan seperti merasakan apa yang akan terjadi, Ketua Pelaksana Gerakan Ekayastra Unmada (Semangat Satu Bangsa) itu kemudian memberi judul sekapur sirihnya, “WARISAN” dan diakhir tulisan “WARISAN”, Putut menuliskan posisinya Ketika menulis untuk menjelaskan hubungannya dengan Sayidiman Suryohadiprojo.
Di bawah ini kutipan kata pengantar “WARISAN” tersebut :
1 Januari 2019!
_Ketika sebagian besar orang di seantero dunia ini sedang berlibur dan menikmati merekahnya fajar baru, Pak Sayidiman justru menggunakan waktunya untuk menyelesaikan tulisan ini – MASYARAKAT PANCASILA. Ketika saya disodori untuk membaca tulisan ini, saya langsung mengusulkan, “Dibuat buku saja, Pak Sayidiman.”_a
Alasannya adalah, dalam usia 91 tahun, Letjen TNI (Pur) Sayidiman Suryohadiprojo masih tidak berhenti memikirkan negara, bangsa dan Pancasila.
Ia menyelesaikan tugas akhirnya, yang berjudul Masyarakat Pancasila. Dengan buku ini, seakan ada kerisauan mendalam dalam hati Pak Sayidiman terhadap masa depan negara Indonesia, dan itu tidak bisa diucapkan. Kerisauan itu ia tulis agar kelak banyak orang bisa membacanya.
Tentu saja Pak Sayidiman harus risau mengingat hidupnya tidak pernah lepas dari negara dan bangsa.
Sebagai pejuang, sebagai Wakasad, sebagai mantan duta besar, sebagai mantan utusan khusus Presiden, sebagai mantan Gubernur Lemhannas, Pak Sayidiman sudah sewajarnya menunjukkan kerisauan atau kegalauannya sebagai orang tua. Seakan, Pak Sayidiman dengan buku itu (“Masyarakat Pancasila”) ingin bercerita betapa sulitnya sekarang ini mencari Pancasila, tidak mudah menemukan dan membangun masyarakat Pancasila yang diidamkan oleh pendiri bangsa serta negara.
Buku Masyarakat Pancasila ini seperti ingin menegaskan pepatah yang mengatakan, “It’s better to be A Lion for One Day than A hundred year as A Sheep”. Dan sebagai “Singa”, Pak Sayidiman ingin meninggalkan “warisan” bagi siapapun Pemimpin Indonesia dan bagi siapapun yang ingin menjadi pemimpin Indonesia di masa depan agar hidup ratusan tahun sebagai singa dan bukan sebagai domba.
Warisan ini juga sebagai pengingat atau “pepiling” bagi bangsa Indonesia agar merawat dan memelihara Pancasila yang adalah falsafah hidup serta nilai luhur bagi bangsa Indonesia. Diharapkan bangsa Indonesia terutama para pemimpinnya tidak pernah merasa lelah untuk benar-benar mewujudkan nilai-nilai Pancasila dalam tatanan kehidupan sehari-hari.
Dilahirkan menjadi warga negara Indonesia dengan Pancasilanya adalah anugerah semata, bukan pilihan.
Pelihara dan jagalah ! AM Putut Prabantoro – Alumnus PPSA XXI Lemhannas RI.
Komentari tentang post ini