JAKARTA-Masih rendahnya penerimaan royalti ekspor timah membuat sejumlah kalangan menaruh kecurigaan. Alasannya penerimaan royalti ini tidak sebanding dengan volume ekspornya. “Pemerintah pusat harus bergerak cepat menyelamatkan situasi ini. Angka tersebut menunjukkan ‘illegal mining’ di Babel masih terjadi dan tidak dapat ditekan bahkan kegiatannya cenderung meningkat,” kata pengamat pertimahan Indonesia, Bambang Herdiansyah di Jakarta,Selasa,(19/3)
Menurut Bambang, jumlah ekspor tersebut, kata dia, hanya timah batangan, dan belum termasuk logam timah yang berbentuk wire, bars, solder, dan bentuk lainnya, tentunya akan mendapat angka ekspor jauh lebih besar dari angka tersebut. “Walaupun Permendag Nomor 78 Tahun 2012 baru akan berlaku Juli 2013, mulai awal tahun ini sudah dilakukan persiapan-persiapan untuk pelaksanaannya agar berjalan sesuai dengan yang diharapkan,” tambahnya
Dikatakannya, kondisi itu patut dicermati dikarenakan PT Timah sebagai perusahaan pemilik IUP terbesar di Indonesia, khususnya Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, justru mengalami penurunan ekspor dari tahun ke tahun. Pada 2010, kata dia, ekspor timah batangan PT Timah sebesar 37.958 metrik ton (MT) dan pada tahun 2011 sebesar 37.154 MT. Sementara itu, gabungan smelter mengalami peningkatan signifikan, yakni pada tahun 2010 sebesar 47.911 MT naik menjadi 52.812 MT pada tahun 2011.
Komentari tentang post ini