Sehingga, lanjut dia, kondisi pasar properti di dalam negeri lebih dipengaruhi oleh iklim investasi dan pergerakan perekonomian domestik.
“Selain itu, kita juga harus optimistis bahwa pertumbuhan ekonomi akan naik di 2022. Terlebih lagi program pembangunan infrastruktur dari pemerintah ikut mendorong sektor properti untuk bertumbuh dan berkontribusi dalam pemulihan ekonomi nasional,” ujarnya.
Dia menyebutkan, tren pemulihan ekonomi nasional tercermin dari data dari Bank Indonesia (BI) yang mencatat kredit kepemilikan rumah (KPR) bertumbuh 8,7 persen per September 2021.
“Evergrande tidak berdampak negatif terhadap sektor properti di Indonesia secara keseluruhan,” tegas Johanna.
Tetapi, kata dia, dampak dari Evergrande berpengaruh terhadap kondisi pasar keuangan, terutama pada surat berharga negara (SBN) dan pasar saham di Indonesia, meski saat ini mulai kembali pulih.
Lebih lanjut Johanna menyampaikan, potensi imbas ke Indonesia juga dapat dilihat dari dua sisi, yaitu ekspor dan utang.
Krisis likuiditas Evergrande bisa berdampak pada penurunan kinerja ekspor yang berorientasi dengan material properti, seperti besi baja, keramik, bahan tambang sampai kayu yang masuk ke dalam rantai pasok industri properti di China.
Komentari tentang post ini