JAKARTA– Langkah pemerintah Indonesia melakukan diversifikasi ekspor ke pasar-pasar baru non-tradisionil telah mulai membuahkan hasil positif.
Ekspor RI ke negara-negara emerging terus tumbuh tinggi melebihi pertumbuhan ke pasar-pasar ekspor tradisional seperti Jepang dan Amerika Serikat.
Menurut data Kementerian Perdagangan, ekspor Indonesia ke pasar-pasar baru seperti Côte d’Ivoire, Libya, Guinea, Mauritius, Makedonia, Laos, Haiti, Ethiopia, Nikaragua dan Liberia, telah meningkat secara signifikan dari US$90,02 juta tahun lalu menjadi US$318 juta tahun ini.
Kendati demikian, pengusaha mengharapkan agar Pemerintah terus melakukan perbaikan iklim investasi agar daya saing terus meningkat sehingga pertumbuhan tinggi ke pasar-pasar baru tersebut dapat berkelanjutan.
“Melemahnya perekonomian Eropa dan Amerika Serikat tentu juga akan membuat semua negara mencari pasar-pasar baru. Dengan demikian persaingan akan semakin ketat,” kata Anton J. Pusit, ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) kepada Jaringnews.com di Jakarta hari ini (17/10).
Menurut data International Trade Center, sebesar 80 persen dari pertumbuhan Produk Domestik Bruto global tahun 2012 ini disumbang oleh pertumbuhan ekonomi negara-negara emerging market.
Dan sebagian besar dari pertumbuhan itu didorong oleh perdagangan diantar sesama negara emerging itu sendiri.
Dewasa ini, perdagangan antarkawasan ini sudah menyumbang seperlima dari total perdagangan dunia dan pada 2030 diperkirakan akan melewati aliran perdagangan Utara Selatan (negara maju dengan negara sedang berkembang).
Agar keberhasilan itu berlanjut, Anton mengatakan perbaikan iklim investasi untuk meningkatkan daya saing mutlak diperlukan.
“Saya kira permasalahan iklim investasi kita masih sama, yakni infrastruktur dan masalah perburuhan yang bergolak kembali,” kata Anton.
Mengenai yang disebut terakhir, Anton memberikan penekanan.
Saat ini, kata Anton, biaya untuk tenaga kerja sudah mencapai 25% dari biaya operasional keseluruhan perusahaan, sedangkan biaya material mencapai 55%.