Dengan demikin, meskipun dalam keseluruhan pidato Anies terdapat ajakan untuk bersama-sama bergotong royong membangun Jakarta sebagai milik semua, akan tetapi dengan menggunakan kata pribumi, nampak Anies hendak membangun basis manusia di Jakarta berdasarkan kelas dengan memposisikan dirinya sebagai kelas pribumi yang akan menegakan hak-hak pribumi yang selama 72 tahun merdeka tidak terwujudkan.
“Ini memang sebuah ketidakjujuran dan ketidakiklasan Anies terhadap kelompok masyarakat,” tegasnya.
Padahal dalam pidatonya itu Anies menegaskan bahwa dirinya sudah menjadi Gubernur bagi semua, termasuk mereka yang tidak memilihnya.
Anies lupa bahwa pasal 26 UUD 1945 dan UU No. 40 Tahun 2008 Tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis bahkan Inpres No. 26 Tahun 1998 dari Presiden Habibie tanggal 16 September 1998 sesungguhnya telah melarang, menghapus penggunaan nomenklatur pribumi dan nonpribumi yang sangat diskriminatif pada suku, ras dan agama seseorang dalam penyelenggaraan pemerintahan.
“Ini sebuah langkah mundur dan sekaligus sebuah kesombongan atau keangkuhan pribadi yang akan menimbulkan anomali dalam pemerintahan Anies selama 5 tahun berjalan ke depan, karena sebagai Gubernur DKI Jakarta Anies dituntut untuk tidak boleh mengeluarkan kebijakan atas nama apapun yang bersifat diskriminatif,” tuturnya.
Komentari tentang post ini