JAKARTA – Lembaga pemeringkat Fitch kembali mempertahankan Sovereign Credit Rating Republik Indonesia pada peringkat BBB (investment grade) dengan outlook stabil pada 22 November 2021.
Keputusan ini mempertimbangkan prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam jangka menengah yang baik serta rasio utang Pemerintah terhadap PDB yang rendah.
Namun, Fitch melihat masih ada beberapa tantangan yang membayangi, yaitu ketergantungan terhadap pembiayaan eksternal yang tinggi, penerimaan Pemerintah yang rendah, serta fitur-fitur struktural, seperti PDB per kapita dan indikator tata kelola, yang relatif tertinggal dibandingkan negara-negara lain pada peringkat yang sama.
Menanggapi keputusan Fitch tersebut, Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo, menyatakan, afirmasi rating Indonesia pada peringkat BBB dengan outlook stabil merupakan bentuk pengakuan Fitch, sebagai salah satu lembaga pemeringkat utama dunia.
Hal merupakan apresiasi atas stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan Indonesia yang tetap terjaga serta prospek ekonomi jangka menengah yang tetap kuat di tengah perbaikan ekonomi global yang tidak merata dan ketidakpastian pasar keuangan global.
Hal ini didukung oleh kredibilitas kebijakan dan sinergi bauran kebijakan yang kuat antara Bank Indonesia dan Pemerintah.
“Ke depan, Bank Indonesia akan terus mencermati perkembangan ekonomi global dan domestik, mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan terjaganya stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan, serta terus bersinergi dengan Pemerintah untuk mempercepat proses pemulihan ekonomi nasional,” jelasnya.
Setelah meredanya kasus Covid-19 yang sempat meningkat tajam selama Juni hingga Agustus 2021, Fitch melihat ada potensi ekonomi Indonesia pada 2021 tumbuh lebih tinggi daripada proyeksi mereka sebesar 3,2%, sejalan dengan perbaikan mobilitas masyarakat dan harga komoditas ekspor yang tinggi.
Selanjutnya, pertumbuhan ekonomi diperkirakan akan meningkat menjadi 6,8% pada 2022 dan dalam beberapa tahun berikutnya tetap tumbuh pada kisaran 6%, antara lain didukung oleh dampak positif dari implementasi UU Cipta Kerja terhadap kenaikan investasi.
Dari sisi fiskal, penerapan UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) diharapkan dapat mendukung upaya mengembalikan defisit fiskal ke bawah 3% dari PDB pada 2023.
Sejalan dengan itu, Fitch memperkirakan defisit fiskal mencapai 5,4% pada 2021 dan turun menjadi 4,5% pada 2022, lebih rendah daripada target Pemerintah sebesar 5,8% pada 2021 dan 4,9% pada 2022 yang belum memasukkan dampak penerapan UU HPP.
Meski demikian, tantangan dalam meningkatkan rasio penerimaan negara diperkirakan masih ada, termasuk dari sisi perluasan basis pajak dan peningkatan kepatuhan.
Terkait pembiayaan fiskal, inisiatif Bank Indonesia dalam mendukung pembiayaan kesehatan dan kemanusiaan akibat pandemi telah menurunkan biaya bunga utang Pemerintah dan memberikan tambahan ruang fiskal bagi Pemerintah.
Komentari tentang post ini