JAKARTA-Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) menilai langkah pemerintah mengurangi subsidi bahan bakar minyak (BBM) karena menjadi sumber membengkaknya defisit tidak benar. Pasalnya kenaikan defisit 8 trilun rupiah di RAPBN-P 2013 lebih disebabkan diturunkanya target penerimaan perpajakan senilai 53,6 trilun rupiah. Karena itu, Fitra meminta DPR menolak RAPBN P 2013 ini. “Tambahan beban subsidi BBM hanya berkontribusi 20 persen terhadap defisit sementara penurunan perpajakan berkontribusi 66 persen terhadap defisit,” ujar Sekjen FITRA Yuna Farhan disela-sela Konferensi Pres Bertajuk ” 10 Alasan Menolak RAPBN-P 2013″ di Jakarta, Minggu (2/6).
Walau pemerintah mencoba menaikan harga BBM menjadi 6500 rupiah dengan alasan untuk menghemat anggaran sebesar 30 triliun rupiah, namun faktanya beban subsidi memberatkan. Hal ini bisa menyebabkan APBN jebol. “Bukan beban subsidi BBM yang menjadi alasan untuk mengajukan APBN-P2013 . Namun mensiasati APBN-P 2013 untuk menyusupkan program-program populis untuk menarik simpati rakyat pada pemilu 2014. Artinya, rancangan yang di ajukan pemerintah sarat dengan kepentingan politik menjelang Pemilu 2014,” kata dia
Sejak APBN-P 2012-2013 jelas dia pemerintah sudah diberikan diskresi untuk menyesuaikan harga BBM bersubsidi, tapi pemerintah tidak memanfaatkan momentum ini. Dengan sisa anggaran lalu (SAL) TA 2012 senilai 56,1 triliun rupiah maka sebenarnya pemerintah tidak perlu mengajukan APBN P. “Pemerintah tidak memiliki argument yang sahih atas Penurunan pajak. Pemerintah memaksa menaikkan harga minyak, tapi memanjakan birokrasi dengan menyetujui penurunan penerimaan pajak,” tutur dia.
Yuna menuding pemerintah hanya membebankan dampak kenaikan BBM subsidi kepada rakyat. Sementara pemerintah sendiri tidak mau berkorban demi menjaga defisit anggaran karena membengkaknya subsidi. Terbukti dalam usulan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P), gaji pegawai dan belanja kementerian dipotong sedikit saja. “Kenaikan BBM subsidi harus ditanggung oleh rakyat dan tidak diikuti pengorbanan pemerintah. Belanja kementerian hanya dipotong 7,1 triliun rupiah dan belanja pegawai yang berkurang cuma 1,4 triliun rupiah,” ucap dia.
Bukan hanya itu, berkaca pada realisasi APBN tahun lalu, pemerintah tidak mampu menyerap semua anggaran dan masih sisa dalam bentuk SAL Rp 56,1 triliun. Selain itu dari keseluruhan belanja pegawai 35 persen digunakan untuk membiayai pensiun.