Oleh: Marcel Gual
Keputusan Hercules Rozario Marshal untuk menunjuk Razman Arif Nasution sebagai juru bicara DPP GRIB Jaya sempat menuai kritik, bahkan dari sudut pandang saya pribadi.
Razman dinilai sebagai sosok yang kontroversial dan memiliki banyak musuh di media sosial.
Penunjukan ini, pada awalnya, tampak berisiko bagi citra organisasi, baik hari ini maupun di masa depan.
Sebagai seseorang yang memahami dinamika komunikasi publik dan persepsi media, saya melihat keputusan tersebut berpotensi memperkuat stigma negatif terhadap GRIB Jaya.
Teori Agenda Setting dan Framing dalam ilmu komunikasi mengajarkan kita bahwa media tidak hanya menyampaikan informasi, tetapi juga membentuk realitas sosial dan memengaruhi opini publik secara sistematis.
Dalam konteks ini, figur seperti H. Hercules, dengan rekam jejak masa lalu yang kerap diberi label “keras”, tentu tidak pernah lepas dari sorotan dan narasi tertentu.
Namun, ketika diamati lebih dalam, pilihan H. Hercules bukan semata soal kalkulasi citra.
Ia mengambil langkah yang barangkali tidak populer, namun mencerminkan keyakinan personal yang kuat.
Keberanian ini tak lepas dari pengalaman hidupnya yang ditempa oleh kerasnya jalanan—sebuah pengalaman yang membentuk karakter pantang mundur dan tak mudah tunduk pada tekanan publik.
Baginya, karakter melalui pengalaman langsung memiliki bobot yang lebih signifikan daripada sekadar pertimbangan citra eksternal.
Dalam memandang sosok Razman, tampaknya Hercules tidak terpaku pada citra media semata, melainkan pada interaksi interpersonal dan intuisi kepemimpinan yang lebih dalam.
Ia mungkin mendasarkan keputusannya pada teori pertukaran sosial, di mana ia melihat potensi keuntungan atau nilai tertentu dalam diri Razman yang tidak terpantulkan oleh framing media.
Kita juga melihat peran aktif Hercules dalam mendamaikan konflik antara dua tokoh, seperti kasus Daeng Jamal-Daeng Azis.
Di sini, ia memainkan peran sebagai mediator yang adaptif, memperlihatkan kemampuan resolusi konflik dan kepemimpinan situasional yang jarang dimiliki pemimpin organisasi akar rumput.
Ia tidak sekadar memimpin dari atas, tetapi hadir secara langsung, menengahi, dan menyatukan, sebuah implementasi nyata dari gaya kepemimpinan partisipatif.
Kepemimpinannya di GRIB Jaya pun mencerminkan pendekatan kepemimpinan transformasional.
Dalam ormas yang beranggotakan lapisan masyarakat beragam, Hercules tidak mengandalkan struktur komando semata.
Ia mengedepankan visi bersama dan nilai-nilai solidaritas, membangun loyalitas berdasarkan kepercayaan, bukan ketakutan, sejalan dengan prinsip kohesi kelompok dalam psikologi sosial.
Meski begitu, saya pribadi masih bergumul dengan citra “preman” yang kerap dilekatkan pada dirinya—dan yang, menariknya, tidak ia tolak.
Di tengah dunia yang sangat peduli pada konstruksi citra, pilihan Hercules untuk tetap terbuka terhadap masa lalunya menjadi tanda tanya sekaligus refleksi.
Mengapa ia tidak berupaya merapikan citra dirinya agar lebih dapat diterima publik secara luas?
Jawaban yang saya temukan justru terletak pada kejujurannya. Hercules tampaknya memilih otentisitas dibanding kepalsuan. Ia tidak mengenakan “topeng” untuk tampil sesuai ekspektasi publik.
Sebaliknya, ia menjadikan masa lalu sebagai bagian dari narasi transformasi—bukan untuk disesali, tetapi untuk dipelajari.
Baginya, integritas dan keselarasan diri adalah nilai yang lebih tinggi daripada sekadar popularitas semu.
Sikap ini, meski tidak selalu strategis dalam kacamata komunikasi massa dan manajemen citra, menunjukkan kedewasaan seorang pemimpin yang berdamai dengan sejarah pribadinya.
Ia tidak memusuhi media, namun juga tidak membiarkan framing mendikte langkahnya.
H. Hercules memilih untuk berdiri tegak, berpegang pada nilai dan keyakinan yang ia yakini benar, meski itu berarti menantang arus opini publik.
Keputusannya ini bisa dianalisis melalui lensa teori resistensi, di mana individu atau kelompok menolak norma atau ekspektasi yang dominan.
Dan barangkali, di situlah letak kekuatan sebenarnya.
Berita Terkait
Berita Populer
-
Pantai Indah Kapuk Dua (PANI) Bagi Dividen Rp4 per Saham, Catat Tanggalnya
-
65% Anak Kelas 1 SMP Pernah Nonton Video Porno
-
Diversifikasi Usaha, Intan Baru Prana Dirikan Intan Mitra Solusi
-
Austindo Nusantara Jaya dan Entitas Anak Raih Pinjaman Bank BCA Rp1,6 Triliun
-
BPOLBF Catat Potensi Transaksi Hingga 16 Miliar Rupiah