JAKARTA-Praktisi Hukum, Gabriel Mahal mengingatkan para hakim, apalagi Hakim Konstitusi agar benar-benar menjaga, tunduk dan patuh pada nilai-nilai etik dalam memutuskan sebuah perkara.
Sebab jika fondasi nilai-nilai etik itu roboh maka hukum yang berdiri di atas fondasi nilai-nilai etik itu rusak dan hancur.
“Saya kira, apa yang terjadi dalam Putusan Perkara No. 90/PUU-XXI/2023 terkait batas usia capres-cawapres itu memberikan gambaran fondasi nilai-nilai etik itu roboh, rusak, hancur,” terang Gabriel di Jakarta, Kamis (2/11).
Akibatnya, Putusan Perkara No. 90/PUU-XXI/2023 yang merupakan hukum itu juga rusak dan cacat.
Dia menegaskan, putusan yang mengabaikan fondasi nilai-nilai etik adalah putusan yang curang.
Sebab, asas hukum itu mengandung ajaran bahwa kecurangan dan keadilan itu tidak pernah bisa tinggal bersama.
Karena itu, sangat logis jika MKMK tidak hanya sebatas mengoreksi pelanggaran kode etik hakim-hakim MK yang membuat putusan tersebut, tetapi juga harus membatalkan atau setidak-tidaknya menyatakan tidak sah Putusan Perkara No. 90/PUU-XXI/2023 sebagaimana diatur dalam Pasal 17 ayat (6) UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.
Kemudian Perkara tersebut diperiksa kembali dengan susunan majelis hakim yang berbeda sesuai ketentuan Pasal 17 ayat (7) UU tentang Kekuasaan Kehakiman.
Sebagaimana diketahui Putusan No. 90/PUU-XXI/2023 tersebut telah menimbulkan reaksi negatif dari masyarakat luas karena Putusan tersebut bertentangan dengan moral yang baik (contra bonos mores), bertentangan dengan Negara Hukum (contra legem terrae), bertentangan dengan kedamaian (contra pacem).
Gabriel menegaskan putusan tersebut telah menimbulkan krisis kepercayaan publik (public trust), konfidens publik (public confidence) terhadap Institusi MK yang merupakan “the guardian of Constitution”, “the guardian of Democracy”, “the guardian of Human Rights”, “the guardian of Rule of Law”, dan “the guardian of morals” (custos morum).
“Ini merupakan masalah yang “extraordinary” yang tidak bisa ditangani oleh MKMK dengan cara-cara biasa, tetapi harus dengan cara yang “extraordinary” pula untuk memulihkan krisis kepercayaan publik (public trust), konfidens publik (public confidence) terhadap Institusi MK,” ulasnya.
Untuk itu tegas Gabriel MKMK harus melakukan penerobosan (breakthrough) dengan memutuskan pembatalan Putusan No. 90/PUU-XXI/2023 atau setidak-tidaknya menyatakan putusan tersebut tidak sah.
Komentari tentang post ini