“Menstruasi menyumbangkan angka putus sekolah untuk anak perempuan itu di peringkat kedua setelah kemiskinan. Hanya karena menstruasi, yang anak laki-laki tidak mengalami, maka anak perempuan tidak bisa menempuh pendidikan tinggi seperti anak laki-laki,” kata Kalis.
Dia menjelaskan, pendidikan hak kespro perlu diterapkan di sekolah di Indonesia, agar pihak sekolah pun dapat memberikan perlindungan bagi siswa perempuan dari potensi kekerasan seksual.
“Faktanya, ada korban kekerasan seksual tidak diberikan haknya, tidak diberikan pemulihan, tidak diberi keadilan, tapi justru dikeluarkan dari sekolah atas nama kepala sekolahnya malu,” ujar Kalis.
Dia pun meminta Ganjar agar memperhatikan aspek lain dari pendidikan agar tidak terjadi seperti sekarang ini di mana pendidikan berkualitas hanya menyentuh aspek ekonomi.
“Saya kira kadang-kadang kalau kita bicara pendidikan, hanya sentuh aspek ekonomi. Apakah 5 tahun ke depan kita bisa punya pendidikan hak kespro (kesehatan reproduksi) di sekolah-sekolah di Indonesia?” tanya Kalis.
Menjawab pertanyaan itu, Ganjar spontan mengajukan lamaran agar Kalis menjadi bagian dari tim Ganjar-Mahfud, yang nantinya dapat menyalurkan pemikiran-pemikiran mengenai persoalan pendidikan.
“Mbak Kalis, saya melamar Anda menjadi tim saya. Kenapa? Saya ingin mengajak agar apa yang diperjuangkan bisa tersalurkan. Kalau Anda terlibat, maka ini akan berjalan dan akan dikerjakan,” ujar Ganjar.
Dia mengungkapkan, Ganjar-Mahfud selalu membuka ruang diskusi dengan berbagai kalangan saat berkampanye ke daerah-daerah, karena diyakini menjadi pintu masuk untuk menyelesaikan banyak persoalan.
“Tentu saya tidak mengetahui semua perkara, maka peran aktivis, peran akademisi, praktisi, tokoh agama dan peran budayawan lah yang akan melengkapi,” ungkap Ganjar.
Dia menyampaikan ajakan kepada seluruh generasi muda untuk terlibat aktif dalam mengatasi persoalan bangsa dan negara, khususnya pada isu-isu serius, seperti masalah pendidikan.
Komentari tentang post ini