Mengapa demikian, karena MPR merupakan lembaga tinggi negara, yang oleh UUD 1945, oleh UU MD3 dan oleh Tatib MPR memberikan hak dan kewenangan kepada setiap Anggota MPR dan kepada MPR sebagai sebuah lembaga tinggi negara untuk memberikan penilai terakhir mengenai apakah Capres dan Cawapres terpilih yang akan dilantik pada saat pelantikan masih layak dan beralasan hukum untuk dilantik atau tidak.
Jeda waktu 8 bulan pasca pemilu Februari 2024 hingga tanggal 20 Oktober 2024, dimaksudkan oleh pembentuk UU memberikan waktu bagi MPR memantau hal-hal buruk apa yang bakal muncul dan terjadi terhadap Capres-Cawapres terpilih.
Di sinilah MPR menggunakan wewenangnya membatalkan posisi Capres-Cawapres hasil pemilu, karena bisa saja dalam proses pemilu hingga proses sengketa pemilu diputus MK, terjadi pelanggaran hukum tetapi lolos dari kecermatan instrumen politik dan hukum yang tersedia (KPU, BAWASLU, MK dan PTUN), yang dalam UU Pemilupan telah diantisipasi tentang kemungkinan itu.
MPR harus melihat secara jernih dan obyektif bahwa hukum sudah dirusak dan tidak lagi menjadi panglima, terdapat fakta yang notoire feiten bahwa ketika MK bersidang, Hakim-Hakim Konstitusi berada dalam pengaruh kekuasan eksekutif lewat Dinasti Poitik di MK, suatu kondisi yang sangat paradoks dengan jaminan konstitusi bahwa kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan yang merdeka dalam menjakankan tugas.
Komentari tentang post ini