GKBRAA Paku Alam mengaku merinding ketika pertama kali memulai memilih naskah yang akan dituangkan dalam media batik.
Semua ditulis dan Digambar dengan tangan. Oleh karenanya, nilai luhur yang terkandung dalam naskah-naskah kuno tesebut juga diperkuat dengan tulisan dan gambar.
Ditulis dengan tangan. Sehingga nilai luhur itu sangat kuat dan sangat filosofis.
Diurai lebih lanjut, dirinya sangat fokus dengan ide batik dari naskah kuno di tengah-tengah kegiatannya yang padat.
Sehingga dalam pelaksanaannya, selain juga terjun membatik, dirinya juga dibantu oleh tim pustaka dan tim batik. Menghadapi naskah yang telah berusia 200 tahun menuntut keseriusan, tidak main-main dan juga membutuhkan cinta untuk melestarikannya.
“Saya teringat dengan tagline dari KGPAA Paku Alam X saat penobatan yakni pengembang kebudayaan. Tagline inilah yang kemudian menjadi roh dalam pelestarian budaya. Yang pertama adalah, pelestarian naskah kuno dan kedua adalah batik sebagai budaya Indonesia,” pungkas GKBRAA Paku Alam.
TUJUH BATIK
Dalam launching itu, diperagakan batik-batik naskah kuno yang telah dituangkan dalam media Batik.
1. Batik Sěstra Lukita
Motif batik Sěstra Lukita ini diambil dari wědana rěnggan pada naskah Serat Rama, Arjunawijaya saha Kempalan Dongeng koleksi perpustakaan Pura Pakualaman. Nama batik “Sěstra Lukita” sesuai dengan nama rěrěnggan naskah yakni Lukita Papaning Sěstra. Di dalam wědana rěnggan disebutkan 21 butir sěstradi ‘sari ajaran keutamaan’, dan 21 butir sikap yang harus dihindari. Rěnggan ini dilengkapi dengan gambar burung, yang dimaknai sebagai manusia yang mampu bergerak ke mana pun dan dapat bertutur dengan baik. Atas prakarsa Gusti Kanjěng Běndara Raden Ayu Adipati Paku Alam, rěrěnggan dari naskah koleksi perpustakaan Pura Pakualaman ini diinterpretasikan dan dituangkan dalam wahana batik, dengan harapan butir-butir sěstradi dapat dikenal masyarakat luas.