JAKARTA – Gelombang penolakan terhadap revisi Rancangan Undang-Undang No. 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) hingga kini terus berlangsung.
Ketua DPD GMNI Daerah Khusus Jakarta Michael Silalahimenilai RUU tersebut sangat mencerminkan kemunduran semangat reformasi.
Bahkan revisi ini menggambarkan semangat pengembalian secara tidak langsung mengenai Dwifungsi ABRI yang dilakukan semasa rezim Orde Baru.
“Secara terang-terangan, terdapat upaya pemberian ruang bagi prajurit aktif untuk dapat mengisi ruang sipil,” jelasnya.
Dia menjelaskan proses demokrasi di Indonesia telah berjalan selama 27 tahun.
Perjuangan untuk mencapai tersebut bukanlah
hal yang mudah.
Tragedi Trisakti, Tragedi Semanggi, Peristiwa Gejayaan, hingga kerusuhan Mei 1998 menjadi penanda bagaimana masyarakat Indonesia berjuang untuk menurunkan rezim Soeharto yang telah berkuasa selama 32 tahun.
Adapun salah satu tuntutan reformasi 1998 ialah hapuskan dwifungsi ABRI.
Pada saat kekuasaan rezim Soeharto, posisi ABRI memiliki dua fungsi keamanan dan politik.