Kordinasi ke pusat juga penting agar pengelola dan pemerintah daerah tidak mengambil kebijakan yang keliru.
Menurut Afo Lim, 260 ha tersebut akan dikembangkan dengan teknologi tinggi terbaru.
Dalam pelaksanaannya, akan diterapkan 3 sistem yang meliputi;
Pertama, adalah sistem Bioflok dengan tebar padat yakni 1m² tebar 3000 ekor benur.
Kedua, sistem Supra intensif (Semi Bioflok) dengan tebar padat 1m2 sebanyak 1000 benur dan ketiga, sistem intensif yang merupakan penggabungan antara sistem tradisional dan teknologi baru dengan tebar padat 1m² tebar 300 ekor benur.
“Ini merupakan sistem operasional tambak yang pertama di Indonesia.,” ujar Afo.
Dari total keseluruhan lahan seluas 260 ha, dijelaskan Afo lebih lanjut, akan terdiri dari 750 kolam budidaya, pengendapan (waduk ) seluas 35 ha yang akan memberi kesempatan kepada warga sekitar untuk ikut budi daya, dan hasil dari pembuangan limbah atau disebut (IPAL) sebesar 30 ha.
Dari IPAL tersebut difungsikan untuk Budidaya ikan bandeng dan ikan nila yang nantinya akan diberikan kepada masyarakat, serta 2 ha untuk pembangunan pesantren dan diklat keahlian pertambakan.
“Dalam kawasan tambak integrasi ini akan dilakukan segala kegiatan dari hulu hingga hilir termasuk di dalamnya pembibitan benur, pakan, cold storage dan juga jeti untuk langsung ekspor,” ujar Afo, pria asal Bangka ini.