Hal itu diperparah dengan mindset masyarakat yang menganggap bahwa karya TI tidak memiliki nilai jual tinggi dan bukan merupakan intelectual property. “Masyarakat mengangggap karya TI bernilai murah, ini karena banyak karya TI bajakan yang beredar di pasaran. Contohnya harga per keping CD game playstation 2 bajakan yang dijual hanya Rp. 10.000, padahal CD originalnya harganya jauh diatas itu” ujarnya.
“Selain itu, minimnya fasililtas untuk tempat berkumpul anggota, juga menjadi salah satu alasan mereka lebih memilih bekerja keluar Jatim. Kami punya mimpi untuk memiliki basecamp sendiri, bisa bekerja sama dengan pemerintah dan menjadikan Jatim sebagai pusat Industri TI di Indonesia” lanjutnya.
Menanggapi hal tersebut, Pakde Karwo menyatakan siap mendukung dan memfasilitasi industri TI. “Kami siap mendukung sepenuhnya, sebab TI juga menjadi bagian penting dari persiapan Jatim dalam menghadapi Asean Free Trade Area (AFTA) pada 2015” katanya.
Bahkan TI katanya menjadi solusi paling tepat untuk mendukung pembangunan infrastruktur serta menunjuang sistem perdagangan di era AFTA. Sebagai contoh, pembangunan pelabuhan internasional Teluk Lamong selesai, sistem berbasis TI tentu dibutuhkan untuk mengatur agar arus lalu lintas kapal yang masuk dan keluar pelabuhan dapat berjalan secara efektif, efisien, dan lancar.
Komentari tentang post ini