Menurut dia, MK yang memiliki wewenang untuk menyelidiki permohonan atau gugatan terhadap hasil pemilu. Meski demikian, berdasarkan pengalaman sudah berkali-kali MK membuktikan bukan mahkamah kalkulator.
“Saya kira putusan tahun 2008 yang pertama itu menunjukkan MK bukan mahkamah kalkulator dan seterusnya sampai ada istilah TSM (terstruktur, sistematis, dan massif) itu masuk dalam putusan hukum MK. Sebelum itu tidak ada. Artinya, MK bukan sekadar mahkamah kalkulator,” ungkap Mahfud.
Dia menjelaskan, soal gugatan terhadap hasil Pemilu 2024 yang telah diumumkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, paslon nomor urut 3 menilainya sebagai wujud menjaga cita-cita reformasi untuk membangun negara Indonesia sebagai negara demokrasi dan negara hukum.
“Demokrasi dan nomokrasi. Perjalanan pertama sampe belasan tahun itu bagus demokrasi kita lumayan lah paling enggak dari sudut institusionalnya,” tutur Mahfud.
Dia menambahkan, paslon nomor urut 3 berpegang pada pakta integritas yang menyatakan siap menerima apapun hasil Pemilu.
Meski demikian, Pemilu 2024 yang dinilai banyak pakar, pelaku politik, dan tokoh masyarakat sebagai pemilu yang paling brutal tidak bisa didiamkan begitu saja.
Itu sebabnya, Ganjar-Mahfud sepakat menggunakan mekanisme hukum sebagai jalan akhir untuk mengungkap kepada masyarakat berbagai kecurangan dan pelanggaran Pemilu 2024.
“Kami akan menerima apapun hasilnya, kalau ada ketidakpuasan terhadap sebuah proses, ada mekanisme hukum, dan ini yang kami pakai sampai titik akhir. Agar rakyat dan bangsa Indonesia di masa depan, generasi muda seperti saudara ini ikut menyadari bahwa Indonesia harus dibangun sebagai negara demokrasi yang benar-benar berkeadilan juga hukum. itu saja. terima kasih,” kata Mahfud.
Komentari tentang post ini