Oleh: Inas N Zubir
Semakin mendekati Pilpres 2019 banyak beredar informasi hoax mengenai harga Bahan Bakar Minyak (BBM) yang menyesatkan masyarakat yakni harga BBM yang naik terus dan tertinggi sepanjang republik ini berdiri. Dan anehnya, informasi sesat ini sangat intens diteriakan oleh gerakan 2019 ganti presiden. Padahal yang yang terjadi tidak demikian.
Berikut ini perbandingan harga era SBY dengan Jokowi yang perlu dicermati:
Harga Premium di awal pemerintahan SBY, adalah Rp. 1820,- kemudian terjadi kenaikan 2 kali pada 1 maret 2005, Rp. 2400,- lalu 1 oktober 2005 terjadi kenaikan yang signifikan, 88%, menjadi Rp. 4500,-, tahun 2008 terjadi kenaikan lagi menjadi Rp. 6000,-, kemudian di tahun yang sama turun 2 kali menjadi Rp. 5000,- dan tahun 2009 turun lagi menjadi Rp. 4500,-, akan tetapi pada th 2013 terjadi kenaikan 34% menjadi Rp. 6500,-
Di awal pemerintahan Jokowi, harga minyak dunia melambung secara signifikan serta adanya kebijakan penghapusan subsidi bensin premium sehinga th 2014 naik 30% menjadi Rp. 8500,-, tapi kemudian pada th 2015 diturunkan menjadi Rp. 7600,-, lalu turun lagi menjadi Rp. 6800,-, ditahun yang sama juga nak lagi Rp. 7300,- kemudian th 2016 turun lagi Rp. 6950,- dan th 2017 turun menjadi Rp. 6550,- s/d sekarang
Di era SBY, supply chain import melibatkan pemburu rente sehingga rantai supply menjadi lebih panjang sbb:
Dari Trader/Major Oil Company(MOC) kepada GLobal Energy/Verita oil/Gold Manor lalu ke National Oli Company(NOC) lalu ke Pertamina Energy Services(Petral) kemudian ke Pertamina, dengan Formula harga RON88=MOPS92-US$(0 s/d 0.5) per barrel, dimana disubsidi dari APBN sekitar Rp. 200 triliun.
Komentari tentang post ini