Sebab secara hukum apabila JPU secara meyakinkan menyatakan Ahok tidak terbukti melanggar pasal 156a KUHP sebagai dakwaan primer, maka sesungguhnya JPU telah gagal membuktikan “mens rea” (niat jahat) Ahok di balik kalimat pendeknya mengenai al-Maidah: 51 dalam pidato panjangnya di Kepulauan Seribu.
“Permainan itu semakin nyata keanehan proses pro justicia kasus Ahok jika tuntutan pasal 156 KUHP dipaksakan, sebab cakupan pasal 156 lebih luas dibanding pasal 156a, sehingga tuntutan JPU semakin tidak tepat, kabur dan abstrak atas tuntutannya itu. Tuntutan JPU yang terkesan “main-main” semakin kuat mengindikasikan bahwa selama ini peneggakan hukum (law enforcement) tunduk pada aspirasi dan tekanan politik “Pokoknya Ahok harus salah”.
“Untuk itu, Setara Institute mengingatkan majelis hakim agar menghayati asas “In Dubio Pro Reo” dalam memutuskan kasus Ahok. Yakni jika ada keragu-raguan mengenai suatu hal maka haruslah diputuskan berdasarkan pertimbangan yang paling menguntungkan terdakwa. Lebih baik membebaskan 1000 orang yang bersalah daripada menghukum 1 orang yang tidak bersalah,” pungkasnya.
Komentari tentang post ini