Sebelum mengambil keputusan, kata dia, BBTN juga mesti memastikan bahwa setiap aksi korporasi —termasuk akuisisi— telah sesuai dengan strategi bisnis dan nilai-nilai perusahaan. “Termasuk kesesuaian budaya dan visi antara dua entitas juga harus dipertimbangkan. Tidak bisa hanya dilihat dari satu entitas saja,” imbuhnya.
Dia menambahkan, rencana akuisisi-merger tersebut juga harus mempertimbangkan posisi BBTN sebagai perusahaan BUMN dan Bank Muamalat sebagai bank yang menyimpan dana umat melalui Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH). “Makanya, kami mengapresiasi langkah BTN jika batal mengakuisisi Bank Muamalat dengan pertimbangan unsur kehati-hatian,” ucap Fathan.
Sementara itu, Direktur Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS), Sutan Emir Hidayat menilai bahwa batalnya akuisisi dan merger BTN Syariah dengan Bank Muamalat lebih terkait pada perbedaan visi dan desakan agar Bank Muamalat dibiarkan berdiri sendiri di luar BUMN.
“Tampaknya rumors tersebut (BTN batal mengakuisisi Bank Muamalat) memang benar adanya. Saat melakukan due diligence, kedua pihak mungkin merasa tidak memiliki visi yang sama dan akhirnya memilih strategi berbeda,” kata Sutan Emir.
Visi tersebut terkait dengan strategi pengembangan bank syariah hasil merger. BBTN dimungkinkan akan membawa bisnis model yang sangat fokus pada ekosistem perumahan, sementara banyak pihak berharap Bank Muamalat melanjutkan strategi yang sudah dirintis oleh para pendiri.