JAKARTA–Pakar hukum pidana Yenti Garnasih mendesak pemerintah dan DPR RI untuk menerapkan hukuman mati bagi koruptor, narkoba dan kejahatan lainnya yang mengancam dan merugikan masyarakat dan perekonomian negara.
Hukuman mati itu positif dan tidak perlu takut dengan tudingan pelanggaran HAM.
“Hukuman pidana mati itu yang tahu kita sendiri, bukan negara lain. Karena itu harus membuat aturan sendiri dengan melakukan konvensi-konvensi dengan aturan internasional. Khusus untuk koruptor, perlu peraturan perampasan aset hasil korupsi, agar berdampak jera,”katanya dalam diskusi ‘Masa depan pemberantasan korupsi di Indonesia’ bersama Wakil Ketua MPR RI Hajrijanto Y Thohari dan anggota FPKB DPR A. Malik Haramain di Gedung MPR/DPR RI Jakarta, Senin (15/10).
Malah Yenti mempertanyakan koruptor dari partai politik dan yang mendanai parpol sulit ditindak?
Meski ada UU parpol, ternyata banyak koruptor dari parpol.
“Untuk itu banyak proses demokrasi dilakukan dengan kejahatan pencucian uang. Makanya, ke depan dana parpol itu harus melalui transfer bank, tidak boleh cash agar lalu lintas uang politik diketahui publik,” ujarnya.
Lebih memprihatinkan lagi lanjut Yenti, istilah praduga tak bersalah justru banyak disalahgunakan oleh pejabat politik untuk menyelamatkan diri dalam berpolitik.
“Lalu, mana kepekaan pemerintah dan DPR terhadap pemberantasan korupsi? Padahal rakyat menolak,” tambah Yenti.