BALI-Indonesia for Global Justice (IGJ) menyebut Konferensi Tingkat Menteri IX WTO di Bali, telah menjadi puncak kegagalan organisasi tersebut mengurus perdagangan multilateral untuk kesejahteraan rakyat. “Pertemuan WTO di Bali merupakan puncak kegagalan WTO dalam menjawab persoalan kelaparan, pengangguran, kemiskinan, dan pemanasan global,” ujar Direktur Eksekutif IGJ, Riza Damanik, ditengah sekitar 1.500 massa aksi Bali-Global Day of Action #EndWTO di Nusa Dua, Bali, Selasa (3/12).
Berdasarkan pengamatan IGJ, sejak WTO terbentuk tahun 1995 hingga 2012, persoalan kelaparan dan kemiskinan di dunia berada di negara berkembang. Data FAO 2012 menyebutkan bahwa 98% masyarakat kekurangan gizi berada di negara berkembang. Bahkan tingkat kelaparan tertinggi berada dikawasan Asia yakni sebesar 552 juta orang dari 842 juta orang lapar didunia. Dan 75% dari orang miskin di dunia hidup di pedesaan yang bergantung pada pertanian.
Indonesia sendiri kata dia sejak bergabung dengan WTO tahun 1995 hingga sekarang, menunjukan index harga pangan domestik Indonesia semakin menunjukan peningkatan. Pada 1995 index harga pangan domestik Indonesia awalnya berada pada peringkat 1,48 dan semakin menunjukan peningkatan hingga 2013 dimana saat ini index harga pangan domestiknya telah mencapai peringkat 2,00. “Perdagangan bebas ala WTO dicirikan dengan pencabutan subsidi petani dan nelayan, eksploitasi sumberdaya alam dan manusia, hingga pada akhirnya gagal pula menjaga peningkatan suhu bumi dibawah 2 derajat celcius. Dan, ketiga Paket Bali WTO: trade facilitation, agriculture, dan LDCs packets, justru memperparah krisis tadi. Olehnya, perundingan Paket Bali tidak perlu lagi dilanjutkan. WTO harus segera diakhiri karena semakin merugikan rakyat, khususnya petani, nelayan, buruh, dan masyarakat ekonomi miskin lainnya”, tutup Riza
Komentari tentang post ini