JAKARTA – Netralitas adalah mitos paling suci dalam dunia jurnalisme.
Tapi seperti halnya mitos lainnya, ia sering hanya menjadi topeng dari keberpihakan yang tak diakui.
Ketika media menyajikan sebuah peristiwa, publik jarang menyadari bahwa apa yang disebut sebagai “fakta” adalah hasil seleksi, framing, priming dan pengemasan yang sarat kepentingan.
Dari beberapa Kasus terkait GRIB Jaya belakangan ini menjadi contoh terbaru tentang bagaimana redaktur pada media gagal memainkan peran sebagai penjaga (gatekeeper) untuk menjaga kepentingan obyektivitas berita dan keadilan informasi.
Dugaan keterlibatan organisasi ini dalam kekerasan—meskipun belum terverifikasi secara menyeluruh—langsung dijadikan poros utama pemberitaan.
Narasi dibentuk, opini publik diarahkan, dan GRIB Jaya diposisikan sebagai terdakwa di ruang redaksi, bukan di pengadilan.
Ketika Klarifikasi Hanya Jadi Catatan Kaki
Analisis wacana kritis dari Teun van Dijk menawarkan pisau bedah yang tajam untuk membongkar lapisan-lapisan bias dalam teks jurnalistik. Ia mengajarkan kita untuk membaca bukan hanya apa yang ditulis, tapi juga apa yang diabaikan.
Dalam liputan kasus ini, struktur makro berita—tema sentral yang dibangun—jelas menuduh. Superstruktur atau cara cerita disusun memperkuat tuduhan itu.
Tetap Terhubung Dengan Kami:
WA Channel
Ikuti Kami
Subscribe
CATATAN REDAKSI: Apabila Ada Pihak Yang Merasa Dirugikan Dan /Atau Keberatan Dengan Penayangan Artikel Dan /Atau Berita Tersebut Diatas, Anda Dapat Mengirimkan Artikel Dan /Atau Berita Berisi Sanggahan Dan /Atau Koreksi Kepada Redaksi Kami Laporkan,
Sebagaimana Diatur Dalam Pasal (1) Ayat (11) Dan (12) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers.















